Jakarta (ANTARA) -- Perusahaan kelapa sawit, Korindo Group, membantah tuduhan atas pemberitaan yang menuding bahwa pihaknya membakar hutan untuk perluasan lahan kelapa sawit di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua. 
 
Manager Public Relation Korindo Group Yulian Mohammad Riza mengatakan, pada tahun 2015, perusahaan telah melakukan pembayaran pelepasan hak atas tanah ulayat kepada 10 marga seluas 16.000 hektar yang berada di areal lengan bisnis kelapa sawit Korindo, PT Tunas Sawa Erma, sesuai dengan perjanjian dan jumlah yang telah disepakati bersama.
 
"Namun pada faktanya hingga saat ini perusahaan belum pernah melakukan 
pembukaan lahan di seluruh areal tersebut. Sehingga dapat dipastikan bahwa tidak ada hak atas tanah masyarakat yang dilanggar oleh perusahaan," ujar Riza lewat keterangan resminya di Jakarta, Jumat.
 
Riza melanjutkan, pihaknya pun pernah dihantam tuduhan pembakaran hutan pada periode 2011-2016. Namun, setelah diinvestigasi oleh Forest Stewardship Council (FSC) pada Agustus 2019 lalu, disimpulkan bahwa tuduhan Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan adalah tidak benar.
 
"Temuan FSC tersebut memperkuat hasil investigasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke dengan Nomor Surat 522.2/0983 tertanggal 24 Agustus 2016 yang menyatakan bahwa pembukaan lahan dilakukan secara 
mekanis dan tanpa bakar," ungkapnya.
 
Selain kedua hasil investigasi tersebut, terdapat juga surat dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017 yang menyatakan bahwa anak perusahaan Korindo Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak 
melakukan illegal deforestation dan telah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK. 
 
Sementara itu, dalam keterangan resminya, KLHK menegaskan bahwa video pembakaran hutan yang ditautkan pada pemberitaan merupakan video yang berasal dari tahun 2013.
 
"Investigasi yang diekspos Greenpeace menyebutkan bahwa video yang digunakannya itu adalah video tahun 2013,” ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani. 

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020