Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan perlu menggunakan strategi baru dengan melibatkan pemerintah daerah untuk mengatasi dan menekan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Wapres, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, meminta Komnas Perempuan menyiapkan rencana strategi tersebut serta laporan rinci terkait kekerasan terhadap perempuan, yang dapat dijadikan dasar telaah Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.

“Jadi memang kolaborasi kita harus lebih ditingkatkan. Kami perlu mendapatkan laporan rinci untuk dibicarakan dengan Menteri Dalam Negeri,” kata Wapres saat menerima telekonferensi dari anggota Komnas Perempuan di rumah dinas wapres di Jakarta, Selasa (17/11).

Baca juga: Kasus kekerasan seksual fenomena gunung es

Pemerintah berkomitmen dalam mencegah kekerasan dan tindak diskriminatif terhadap perempuan, sehingga kerja sama dengan berbagai pihak terkait harus ditingkatkan, pesan Wapres.

Salah satu perwujudan komitmen Pemerintah tersebut juga dituangkan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) ke dalam Inventarisasi 37 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas di tahun 2021.

“Pemerintah juga bersama dengan stakeholders terkait terus berusaha melakukan usaha pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan baik di ranah personal, ranah publik, komunitas, maupun di dalam ranah negara,” kata Wapres.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan minimnya pusat layanan terpadu untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan di daerah menjadi kendala bagi Komnas dalam pencegahan kasus tersebut.

Andy menyebutkan dari 414 kajian kebijakan daerah pihaknya hanya bisa memeriksa 285 kebijakan yang memiliki dokumen.

Baca juga: Akankah kekerasan terhadap perempuan berakhir?

“Dan ternyata dari 285 kebijakan daerah tentang penanganan terhadap kekerasan pada perempuan, hanya 21 atau 10 persen yang betul-betul menggunakan konsep layanan terpadu yang memungkinkan intervensi multidimensi dan multiaspek yang sangat dibutuhkan oleh korban,” jelas Andy.

Kondisi pandemi COVID-19 juga menjadi faktor penyebab kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat menjadi lebih dari 1.700 kasus dari Januari hingga Agustus 2020, berdasarkn laporan Komnas Perempuan

“Kasus kekerasan dalam rumah tangga menjadi lebih intens terjadi setelah adanya kebijakan pembatasan mobilitas sosial di masa pandemi ini. Dampak pandemi ini akan berlangsung panjang, karena itu Komnas Perempuan tengah mempersiapkan kajian COVID-19,” ujarnya.

Turut hadir dalam audiensi via telekonferensi tersebut ialah Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy, Ketua Sub Komisi Kebhinekaan Imam Nahe’I, Ketua Sub Komisi Partisipasi Veryanto Sitohang, Ketua Sub Komisi Pendidikan Alimtul Qibtiyah dan Ketua Tim Advokasi Kelembagaan Eksternal Maria Ulfah Anshor.

Baca juga: DPR diminta Menteri PPPA bahas lagi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020