perlu diperhatikan mengenai stabilitas sistem keuangan karena ini akan menjadi salah satu isu yang harus diperhatikan di dalam "financing track"
Jakarta (ANTARA) - Pemimpin dari negara-negara G20 meminta para menteri keuangan dan gubernur bank sentral mengawasi tingkat utang publik dan swasta, mengingat banyak negara yang melebarkan defisit fiskal untuk menerapkan kebijakan luar biasa dalam penanganan pandemi COVID-19.

Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati usai mendampingi Presiden RI Joko Widodo pada Konferensi Tingkat Tingi (KTT) G20 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Minggu malam.

Selain tingkat utang publik dan swasta, para pemimpin G20 juga memfokuskan perhatian pada potensi kenaikan biaya dana seperti bunga pinjaman (borrowing cost), dan juga perebutan likuiditas di pasar keuangan (crowding out) karena banyak negara ingin meningkatkan belanja untuk memulihkan ekonomi.

“Langkah-langkah untuk menjaga sustainabilitas dari tingkat utang baik di level publik maupun swasta akan menjadi suatu fokus yang harus dilihat pada masa COVID-19 ini maupun setelah masa COVID-19, ” ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Jokowi sebut perlu transformasi besar pascapandemi di KTT G20
​​​​
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan di KTT G20 hari kedua Minggu ini, pertemuan pemimpin G20 banyak membahas kebijakan untuk merespons dampak pandemi COVID-19 yang telah menimbulkan kerusakan termasuk di bidang ekonomi dunia.

“Hal ini ditunjukkan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi dan juga dari sisi human capital. Oleh karena itu, semua negara melakukan berbagai tindakan kebijakan yang sifatnya luar biasa dan dalam hal ini tentu akan meningkatkan defisit dari fiskalnya,” ujar Sri Mulyani.

Di dalam masa sulit ini, komitmen dari banyak negara untuk menggunakan instrumen fiskal dan moneternya semaksimal sangat dibutuhkan.

Penggunaan instrumen fiskal dan moneter dibutuhkan berbagai negara untuk melindungi masyarakat, melalui kebijakan jaring pengaman sosial, dan juga menciptakan banyak lapangan kerja untuk mengatasi dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di masa pandemi.

“Untuk memulihkan ekonomi masing-masing negara dan kemudian menjadi pemulihan ekonomi global, juga perlu diperhatikan mengenai stabilitas sistem keuangan karena ini akan menjadi salah satu isu yang harus diperhatikan di dalam financing track,” ujarnya.

Dalam pertemuan G20, para pemimpin menyepakati kebijakan pemulihan ekonomi harus terus didukung. Kebijakan kontra-siklus (countercyclical) baik pada aspek fiskal, moneter dan sistem keuangan perlu terus diterapkan hingga pemulihan ekonomi berjalan stabil.

KTT G20 pada 2020 berlangsung di Riyadh, Arab Saudi. Presiden Joko Widodo dan para menteri mengikuti secara virtual KTT G20 yang berlangsung pada 21-22 November 2020 ini.

Turut hadir mendampingi Presiden, selain Menteri Keuangan adalah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Sherpa G-20 Indonesia Rizal Affandi Lukman yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Suminto.
Baca juga: G20 serukan aksi kolektif iklim dengan "ekonomi karbon sirkular"
Baca juga: Menlu: Indonesia jadi tuan rumah KTT G20 tahun 2022

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020