Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) Achdiyanto Ilyas Pangestu mendorong agar penyelesaian masalah anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal asing tidak hanya berhenti pada pemulangan, tapi juga berusaha untuk pemenuhan hak mereka.

"Begitu terjadi permasalahan, target pemerintah biasanya bagaimana secepatnya merepatriasi. Padahal sebetulnya dari awal sudah disampaikan bahwa yang terpenting adalah hak-hak mereka dipenuhi," kata Ilyas dalam diskusi virtual Migrant CARE dan Kemitraan tentang perbudakan di sektor kelautan, dipantau dari Jakarta pada Jumat.

Ia mengungkap, saat terlibat dalam beberapa kali penanganan kasus perlakuan tidak layak seperti yang terjadi pada ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629 berbendera China baru-baru ini, soal pemenuhan hak-hak pekerja sering diabaikan.

Baca juga: IOM: Kasus pekerja migran tidak bisa diselesaikan satu institusi

Dia menegaskan bahwa setiap kasus ABK Indonesia di kapal asing, setidaknya perlu ada jaminan bahwa ada pemenuhan hak-hak mereka, salah satunya dalam masalah ekonomi dan psikologis.

Dalam kasus Long Xing 629, kata dia, para ABK itu dijemput dari bandara oleh Kepolisian untuk menjadi saksi dalam penyelidikan kasus tersebut, padahal psikologis mereka belum stabil.

"Jadi reaksinya reaktif dan atraktif, kalau istilah dari SPPI. Tapi setelah itu tidak ada progres bagaimana memastikan mereka ini bisa survive secara ekonomi," tegasnya.

SPPI sampat saat ini masih melakukan pendampingan terhadap para ABK tersebut, untuk memastikan mereka tidak menjadi korban eksploitasi yang kedua kali di Tanah Air.  "Jadi ini yang perlu dievaluasi," tegasnya.

Sebelumnya, tiga ABK WNI diketahui meninggal dunia di atas kapal Long Xing 629 dan dilarung ke laut dengan 18 ABK berhasil dipulangkan kembali ke Indonesia dari Korea Selatan setelah kasus tersebut mencuat pada pertengahan 2020.

Baca juga: DFW: ABK jadi korban kerja paksa kapal ikan asing bertambah

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020