Saat ini momentum untuk membeli rumah terutama dengan akses transportasi publik
Jakarta (ANTARA) - Bagi pasangan muda yang bekerja di kota besar seperti Jakarta, membeli rumah memang membutuhkan ketelitian dan kesabaran.

Harga dan lokasi yang mudah dijangkau menjadi pertimbangan sebelum memutuskan untuk membeli hunian.

Butuh survei kecil-kecilan untuk mendapatkan rumah yang cocok sesuai dengan daya beli. Banyaknya laman jual beli rumah bisa memudahkan untuk memetakan harga rumah sesuai wilayah sebelum memutuskan membeli.

Pertanyaannya, bagi keluarga muda, yang mana suami dan istri baru mulai bekerja, kira-kira sanggupkah untuk membeli rumah. Skema berikut mungkin bisa menjadi gambaran bagi masyarakat yang ingin membeli rumah.

Sebut saja penghasilan karyawan yang baru bekerja sebesar Rp4,42 juta per bulan (UMP DKI). Dengan demikian kalau penghasilan suami istri digabung akan mendapat penghasilan 8,82 juta per bulan.

Idealnya sebagai investasi disisihkan 30 persen dari penghasilan maka didapat angka Rp2,6 juta sebagai kesanggupan mengangsur setiap bulan.

Berdasarkan simulasi kredit pemilikan rumah (KPR) dengan harga rumah Rp300 juta, jangka waktu 20 tahun maka calon pembeli rumah bisa mengangsur Rp2.243.900 setiap bulan dengan angsuran pertama sebesar Rp66.593.900 meliputi uang muka (15 persen), biaya bank dan angsuran.

Dengan kesanggupan harga rumah Rp300 juta, pembeli rumah dari keluarga muda masih bisa mencari hunian baik rumah tapak maupun rumah susun (apartemen) di sekitar Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) meskipun dengan ukuran mungil atau tipe studio kalau di apartemen.
Keluarga muda dipastikan masih sanggup untuk membeli rumah (Foto ANTARA/ Ganet Dirgantoro)


Pertanyaannya selanjutnya apakah pasangan itu puas akan capaiannya. Jawabannya kemungkinan bisa iya atau tidak. Puas apabila hunian itu sudah sesuai ekspektasi dalam artian kualitas bangunan, mudah dijangkau dari tempat bekerja, tersedia fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, dan sebagainya. Tidak puas apabila hal-hal seperti itu tidak tersedia.

Yang jelas untuk memiliki rumah tidak perlu khawatir tidak akan mampu. Simulasi tadi menggunakan angsuran untuk 20 tahun, padahal saat ini ada bank yang sanggup memberikan angsuran sampai dengan 30 tahun. Tentunya fasilitas ini membuat kemampuan membeli masyarakat menjadi lebih tinggi lagi.

Banyak pertimbangan
Pengamat properti, Ali Tranghanda mengatakan banyak pertimbangan dalam memilih hunian. Selain lokasi dan kredibilitas pengembang, akses yang mudah juga harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih hunian.

Apalagi tren ke depan khususnya di DKI Jakarta telah terjadi pergeseran di kalangan masyarakat yang mulai berpindah moda transportasi dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Hal ini seiring dengan kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang terus membenahi layanan transportasi publik mulai dari MRT/ LRT, KRL, termasuk jalur sepeda.

Baca juga: Memimpikan hunian di bawah Rp300 juta di Bodetabek

Kondisi demikian ditambah kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang terus menaikkan tarif parkir, penerapan jalan berbayar/ electronic road pricing (ERP), kebijakan tarif tol yang naik secara otomatis, kebijakan ganjil-genap nomor polisi kendaraan membuat bayak warga yang bekerja di Jakarta beralih menggunakan angkutan umum.

Ali yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) mengatakan ada kecenderungan keluarga muda di Indonesia memilih hunian yang berdekatan dengan fasilitas transportasi publik.

Ali mengatakan terdapat dua konsep hunian yang dekat dengan stasiun atau terminal. Konsep pertama dikenal sebagai transit oriented development (TOD) yang terintegrasi langsung, namun ada juga lokasinya tidak terlalu dekat yang disebut dengan transit-adjacent development (TAD).

Ali memprediksi harga jual hunian dengan konsep TOD atau TAD bisa mengalami kenaikan 30 persen dalam satu tahun setelah dihuni.

Sedangkan Direktur Marketing PT Urban Jakarta Propertindo, Firdaus Fahmi mengatakan kehadiran MRT dan LRT akan menekan biaya transportasi masyarakat, khususnya hunian berkonsep TOD dan TAD.

Di Singapura rata-rata biaya transportasi hanya 4,8 persen dari gaji, masyarakat Hong Kong sekitar 6,1 persen, sedangkan di Jabodetabek biaya transportasi sekitar 32 persen. Dengan konsep TOD ini bisa menekan penghematan yang luar biasa terhadap biaya transportasi.
Simulasi biaya yang dikeluarkan apabila menggunakan kendaraan pribadi, taksi daring, LRT/ MRT (Foto ANTARA/ Ganet Dirgantoro)


Firdaus memberikan simulasi besaran biaya yang dikeluarkan apabila menggunakan mobil pribadi, taksi daring dan LRT/ MRT untuk rute yang sama dari Bekasi - Jakarta selama 25 hari kerja.

Seperti untuk tahun 2020 sebelum ERP diberlakukan pengeluaran untuk mobil pribadi Rp3.375.000 dan taksi daring Rp5.375.000. Sedangkan tahun 2021 setelah ERP diberlakukan mobil pribadi Rp6.125.000 dan taksi daring Rp7.375.000. Kemudian untuk pengeluaran LRT dan MRT Rp600.000.

Baca juga: Rumah murah di perkotaan masih bisa dibangun

Ke depan mobil pribadi akan lebih banyak di parkir di garasi rumah. Penggunaan mobil pribadi kemungkinan hanya untuk pariwisata atau kegiatan-kegiatan khusus yang memang mengharuskan menggunakan kendaraan pribadi. Aktivitas dari rumah ke tempat bekerja akan lebih banyak menggunakan transportasi publik.

Murah
Sedangkan Managing Director PT Diamond Citra Propetindo Tbk, IG Putu Wingara mengatakan bagi keluarga muda untuk mencari hunian terjangkau yang dekat dengan transportasi publik tidaklah sulit, banyak alternatif dan pilihan yang dapat dipertimbangkan.

Putu mengatakan di kawasan Depok misalnya masih bisa ditemui hunian/ perumahan dengan harga di bawah Rp200 juta serta lokasinya sangat dekat dengan terminal dan stasiun.

Putu mengatakan untuk membangun hunian terjangkau sampai di bawah Rp200 juta masih dimungkinkan tanpa harus mengorbankan kualitas. Misalnya untuk apartemen bertingkat rendah empat lantai ke bawah harga masih bisa ditekan karena tidak perlu menggunakan elevator (lift).
 
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan hunian DP nol rupiah di Rusunami Klapa Village, Jakarta Timur, Senin (29/7/2019). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka proses pengajuan kredit hunian dari 27 Juli hingga 4 Agustus 2019. ANTARA FOTO/Adnan Nanda/wpa.

Tinggal calon pembeli menyiapkan strategi pembayarannya, mengingat saat ini banyak bank yang menyediakan fasilitas KPR dengan sejumlah keringanan bahkan beberapa di antaranya ada yang membebaskan dari biaya-biaya.

Kemudian yang juga patut dipertimbangkan untuk membeli rumah adalah dengan memanfaatkan dana subsidi. Saat ini sudah ada dua skema subsidi yakni fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga (SSB), KPR Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

Direktur Utama Bank Tabungan Negara Nixon LP Napitupulu memastikan permintaan KPR subsidi tahun 2021 akan mengalami kenaikan. Asumsinya kuota FLPP tahun 2020 yang disediakan 102.500 unit rumah ternyata sudah mencapai 102.665 unit (100,16 persen).

Berdasarkan capaian itu diperkirakan tahun 2021 permintaan terhadap KPR/ KPA akan mengalami peningkatan. Dengan demikian memang perlu diantisipasi pemerintah mengingat pada tahun 2021 diperkirakan daya beli masyarakat kembali pulih.

Baca juga: Pengembang bilang beli hunian apartemen tidak perlu mahal

Pertimbangan lain, kesadaran keluarga (kalangan milenial) untuk memiliki rumah kian tinggi. Mereka sadar tidak mungkin untuk kontrak rumah terus menerus, sementara harga rumah akan mengalami peningkatan.

Saat ini mungkin menjadi momentum untuk membeli rumah terutama dengan akses transportasi publik. Sebagian besar hunian berkonsep TOD maupun TAD masih dalam konstruksi sehingga harga yang dipasarkan pun masih terjangkau.

Tentunya akan berbeda, apabila dalam kawasan itu sudah hidup atau sudah terisi seluruhnya. Kehidupan ekonomi akan berjalan dan dapat dipastikan harga hunian bakal naik. Sehingga prediksi naik 30 persen setiap tahun memang benar adanya.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020