Menteri Edhy lupa, 40 tahun lalu Presiden telah mengeluarkan Keputusan Presiden No.39/1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menyoroti inkonsistensi dan ketidakpastian dari aturan alat tangkap perikanan terkait regulasi yang membolehkan penggunaan alat tangkap trawl.

Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Minggu, menyatakan, sebelum ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sempat mengeluarkan aturan penting yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP) No. 59/2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Dan Laut Lepas.

Aturan ini membolehkan penggunaan alat tangkap yang sebelumnya dilarang oleh PERMEN KP No. 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Dan Laut Lepas. PERMEN KP No. 59/2020 sekaligus menganulir PERMEN KP No. 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (trawl) dan Pukat Tarik (seine nets).

"Menteri Edhy lupa, 40 tahun lalu Presiden telah mengeluarkan Keputusan Presiden No.39/1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Dalam PERMEN KP No. 59/2020, alat tangkap yang kembali diizinkan beroperasi adalah cantrang, dogol, pukat ikan dan pukat hela dasar udang," paparnya.

Menurut dia, perubahan aturan penangkapan ikan dalam lima tahun terakhir ini menunjukkan buruknya tata kelola perikanan dan inkonsistensi kebijakan, serta dinilai akan merugikan nelayan, pelaku usaha dan ancaman keberlanjutan sumber daya ikan.

Ia mengakui bahwa perubahan aturan bukan sesuatu yang tabu, apalagi mengingat sifat dinamis sumber daya ikan, tapi perubahan tersebut perlu dilakukan secara hati-hati dengan pertimbangan teknis yang matang.

Baca juga: KKP tertibkan alat tangkap trawl di Kepulauan Seribu dan Lampung
Baca juga: KKP: Silat merupakan alat kontrol tata kelola kelautan


Selain itu, lanjutnya, PERMEN 59/2020 saat ini mengizinkan penggunaan alat tangkap cantrang bagi kapal ukuran di bawah 30GT beroperasi di Jalur II WPP 712.

"Padahal di WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) 712 status sumber daya ikan sudah over exploitation," kata Abdi.

Regulasi itu, ujar dia, juga membolehkan kapal cantrang ukuran di atas 30 gross tonnage (GT) beroperasi di ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) 711 yaitu Laut Natuna.

Hal tersebut dinilai bertolak belakang dengan hasil uji coba pengiriman kapal cantrang pada Mei 2020 yang gagal karena karakteristik perairan Natuna tidak cocok dengan alat tangkap cantrang.

Sementara itu, peneliti DFW Indonesia, Muh Arifuddin meragukan upaya pengawasan dan penegakan hukum dari pelaksanaan PERMEN KP 59/2020.

Menurut Arif, transisi dan perubahan ini berpotensi menimbulkan ruang transaksi di tengah laut sehingga berdampak kepada ekonomi biaya tinggi masih terjadi dan nelayan serta pelaku usaha yang akan menanggung akibatnya.

Arif menyarankan agar Presiden Joko Widodo melakukan evaluasi terhadap PERMEN KP 59/2020 yang bertolak belakang dengan Keputusan Presiden No. 39/1980. Pemerintah, lanjutnya, perlu lebih fokus melaksanakan aturan dari pada sibuk membuat aturan baru yang bisa menimbulkan masalah baru di lapangan.

Baca juga: DKP segera musnahkan trawl milik nelayan Mukomuko
Baca juga: KKP ingatkan pembudidayaan untuk jaga plasma nutfah ikan hias laut

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Apep Suhendar
Copyright © ANTARA 2020