Jakarta (ANTARA) - Tokoh perempuan Sjamsiah Ahmad mengatakan perjuangan perempuan Indonesia sudah dimulai sejak akhir abad XVI di Aceh, abad XVIII di Maluku, di Jawa Barat, dan seterusnya.

"Saya yakin generasi penerus sangat paham berbagai perangkat hukum tentang kemitraan yang setara antara perempuan dan laki-laki, tetapi saya yakin mereka tidak cukup memahami sejarah perjuangan ibu-ibu kita sendiri," kata Sjamsiah dalam seminar daring yang diadakan dalam rangka Hari Ibu diikuti dari Jakarta, Jumat.

Pernyataan Sjamsiah itu merujuk pada perjuangan Laksamana Malahayati yang juga dikenal dengan nama Keumalahayati dari Aceh, Martha Christina Tiahahu dari Maluku, dan Dewi Sartika dari Jawa Barat.

Baca juga: Menteri PPPA: Perempuan bagian pergerakan nasional

Sjamsiah mengatakan perempuan Indonesia juga banyak berperan setelah kemerdekaan dan Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bersama perempuan-perempuan sedunia, perempuan Indonesia banyak mempengaruhi organisasi bangsa-bangsa tersebut sehingga sejak awal sudah memiliki Komisi Kedudukan Perempuan (CSW).

"Perlu dicatat, sejak awal kemerdekaan ibu-ibu kita telah turut menghadiri sidang-sidang CSW, yang selanjutnya menjadi badan dunia yang secara khusus memperhatikan kedudukan wanita dalam keluarga, masyarakat, negara, dan organisasi-organisasi antarnegara di dunia," tutur anggota Tim Ahli Kongres Wanita Indonesia (Kowani) itu.

Menurut Sjamsiah, perempuan Indonesia tidak saja belajar dari pengalaman pejuang-pejuang perempuan dari berbagai negara, tetapi juga berperan dengan memaparkan pengalaman-pengalaman khusus perempuan Indonesia selama masa penjajahan hingga masa perjuangan kemerdekaan.

"Saya ingin mengingatkan kepada para generasi penerus untuk mawas diri dan memastikan diri telah mempelajari dan memahami seluk beluk perjuangan pergerakan perempuan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia dan untuk pembangunan," katanya.

​Sjamsiah mengatakan penting bagi generasi muda Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki dan perempuan, untuk memahami dan melanjutkan pencapaian tujuan pergerakan perjuangan perempuan dengan memperhatikan aspek globalisasi dengan segala sisi positif dan negatifnya. 

Baca juga: Kowani: Hari Ibu bukan "Mother's Day"
Baca juga: KPPPA ingin kembalikan makna Hari Ibu

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020