Jakarta (ANTARA) - Setiap tanggal 22 Desember, bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu. Peringatan Hari Ibu tersebut berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 316 Tanggal 16 Desember 1959 yang menjadi hari nasional bukan hari libur.

Peringatan Hari Ibu di Indonesia berbeda dengan peringatan hari ibu di negara lain atau bukanlah mother’s day yang mana seorang ibu sangat diistimewakan pada hari itu.

Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Giwo Rubianto Wiyogo menegaskan bahwa peringatan Hari Ibu di Indonesia mempunyai perbedaan makna dari mother’s day.

"Hari Ibu bukan mother’s day, dalam arti anak-anak memberikan setangkai bunga dan waktu satu hari saja untuk tidak berbuat apa-apa. Tetapi lebih dari itu, bagaimana pada masa lalu perempuan menyadari perlunya persatuan dan kesatuan dari organisasi-organisasi perempuan," ujar Giwo, pada peringatan Hari Ibu di Jakarta, Selasa.

Makna Hari Ibu merupakan peringatan akan perjuangan perempuan dalam ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Penetapan Hari Ibu di Indonesia tak lepas dari Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta pada 22 Desember - 25 Desember 1928.

Kongres itu dihadiri lebih dari 1.000 utusan perempuan dari Jawa dan Sumatera. Pemerintah Hindia Belanda yang tak sudi atas diselenggarakannya kongres, kemudian memboikot dengan melarang para perempuan utusan daerah untuk naik kereta api. Pada masa itu, kereta api satu-satunya alat transportasi publik yang menghubungkan satu daerah ke daerah lainnya.

Tak hilang akal, para perempuan pun memilih tidur di bantalan rel. Persis di depan lokomotif sehingga perjalanan kereta tersendat. Hingga kemudian pemerintah Hindia Belanda menyerah dan memperbolehkan para perempuan itu naik ke kereta untuk berkongres.

Saat itu, suara lantang dalam Kongres Perempuan I menyuarakan untuk menolong perempuan yang tidak dapat bersekolah, membantu perempuan yang tidak mampu, pemberantasan buta huruf, reformasi perkawinan yang lebih adil bagi perempuan, penghapusan perkawinan anak, perdagangan perempuan, hingga membebaskan perempuan dari praktik poligami.

"Kini 92 tahun setelah Kongres Perempuan I tersebut, apa yang disuarakan pada masa itu masih relevan dengan kondisi saat ini," kata dia.

Salah satu keputusan dari Kongres Perempuan Indonesia I itu adalah dibentuknya organsiasi federasi yang mandiri dengan nama Perserikatan Perkumpulan Perempoean Indonesia (PPPI), yang merupakan cikal bakal dari Kowani.

Kongre itu kemudian dilanjutkan dengan Kongres Perempuan Indonesia II. Salah satu keputusan penting dari Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta pada 1935 adalah kewajiban utama perempuan Indonesia menjadi Ibu Bangsa, yang berarti berusaha untuk menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaan dan agar anggota kongres mengadakan hubungan yang baik dengan generasi muda, sehingga tercipta saling pengertian dalam rangka keseimbangan saling pengertian dalam rangka keseimbangan antargenerasi dengan mengedepankan sikap saling menghargai.

Sementara pada Kongres Perempuan Indonesia III yang diselenggarakan di Bandung menetapkan 22 Desember diangkat menjadi Hari Ibu. Keputusan itu selanjutnya dikukuhkan melalui keputusan presiden.

"Saya masih tidak paham mengapa Hari Ibu di Indonesia disamakan dengan mother’s day. Bahkan anak saya sendiri, mengirim bunga pada ibunya sebagai tanda kasih dari anak pada ibu. Saya tidak mengucapkan terima kasih karena mereka belum paham bahwa peran perempuan bukan hanya menjalankan kodratnya, melahirkan dan mendidik anak, tetapi juga memiliki peran besar dalam pembangunan bangsa ini," ujar dia.

Giwo menegaskan bahwa peringatan Hari Ibu di Indonesia memiliki makna yang melampaui zaman. Peringatan Hari Ibu ke-92 pada 2020 bertujuan mengembalikan makna Hari Ibu pada makna pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I yang menjadi tonggak sejarah bagi kesatuan pergerakan perempuan di Indonesia.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Indonesia termasuk perempuan, menjadi anggota PBB yang mempunyai Komisi Kedudukan Perempuan (Commission on the Status of Woman/CSW). Tidak saja belajar dari pengalaman perempuan negara lain, tetapi juga memberikan pengalaman dalam masa pergerakan perjuangan perempuan Indonesia.

Berkat peran aktif perempuan Indonesia telah menghasilkan kesempatan yang sama dengan lelaki sehingga mewujudkan kemitraan sejajar untuk pembangunan bangsa dengan tidak meninggalkan budaya Indonesia, bahwa perempuan yang disebut sebagai ibu, yakni guru pertama dan utama serta garda utama sebuah keluarga. Keluarga merupakan kunci ketahanan untuk Indonesia maju, dan menjadi penentu keberhasilan bangsa.

Ketua Kowani Bidang Sosial Susianah Affandy mengatakan tujuan dan implementasi Hari Ibu saat ini adalah perempuan tetap pada peran dan kodratnya terus mendukung mewujudkan pribadi perempuan Indonesia yang maju dan mandiri, berbudi pekerti luhur dalam mengisi kemerdekaan, menolong perempuan-perempuan yang tidak mampu, meningkatkan pendidikan perempuan melalui penguatan aksara budaya tulis, kecakapan hidup kewirausahaan perempuan, penghapusan perdagangan perempuan, penghapusan perkawinan anak dan masih banyak lagi masalah perempuan yang ada di masyarakat.

Pada peringatan Hari Ibu 2020, Kowani menyelenggarakan kegiatan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dan Gebyar Kebudayaan Kowani Fair Online.

Kegiatan tersebut dimulai tanggal 23 November 2020 - 23 Desember 2020 dengan kegiatan, antara lain membantu membangkitkan ekonomi UMKM, khususnya binaan Kowani.

Selanjutnya, Gerakan Pakai Masker, yaitu mengampanyekan protokol kesehatan cuci tangan, jaga jarak dan pakai masker untuk mengurangi laju pernularan COVID-19 di Indonesia.

Kemudian menyelenggarakan beberapa webinar dengan beberapa topik yang membangkitkan semangat kesatuan dan persatuan bangsa.

"Kowani juga menyelenggarakan berbagai lokakarya yang membangkitkan semangat cinta dan bangga produk buatan Indonesia, serta diskusi publik penguatan hak perempuan, penyandang disabilitas, dan donasi alat bantu dengar," kata Susianah.

 

Hari Jamu

Dalam kesempatan itu, Kowani mengusulkan agar Presiden Jokowi dapat menetapkan Hari Jamu agar dapat diusulkan sebagai warisan budaya Unesco.

Produk buatan Indonesia yang sedang menjadi primadona pada masa pandemi tersebut diwariskan oleh para leluhur lebih dari tiga generasi yang lalu. Hal itu dibuktikan dengan adanya Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/IV.2243/2020 Tanggal 19 Mei 2020 tentang Pemanfaatan Obat Tradisional Berupa Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka untuk Pemeliharaan Kesehatan, Pencegahan Penyakit dan Perawatan Kesehatan Secara Mandiri ( asuhan mandiri), termasuk pada masa kedaruratan kesehatan masyarakat dan/atau Bencana Nasional Coronavirus Disease 2019 ( COVID-19).

"Mengonsumsi jamu sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Untuk itu Kowani akan mengajukan permohonan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia melalui Bapak Menteri Sekretaris Negara agar Pemerintah Indonesia menetapkan Hari Jamu Indonesia untuk memberi peluang jamu bisa menjadi Warisan Budaya yang diakui oleh Unesco," kata Giwo.

Kowani juga menyadari bahwa perempuan merupakan sumber daya potensial yang harus dipersiapkan sehingga dapat meneruskan amanat mengemban peran sebagai Ibu Bangsa dan mewarisi semangat perjuangan kepada generasi muda. 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020