Keamanan vaksin dipantau periodik pada subjek uji klinik yaitu 30 menit setelah penyuntikan
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia mengatakan "Emergency Use Authorization" atau otorisasi penggunaan darurat untuk vaksin COVID-19 buatan perusahaan Tiongkok Sinovac masih dalam proses.

"Kami sampaikan perkembangan pemberian persetujuan penggunaan vaksin atau 'emergency use authorization' untuk vaksin COVID-19 yang saat ini telah tiba di Indonesia, untuk percepatan proses pemberian EUA, BPOM melakukan 'rolling submission' di mana data yang dimiliki oleh industri farmasi dapat disampaikan secara bertahap," kata Lucia di Kantor Presiden Jakarta, Senin.

Sebanyak 3 juta dosis vaksin COVID-19 buatan Sinovac telah tiba di Indonesia. Vaksin tersebut tiba dalam 2 kelompok yaitu sebanyak 1,2 juta dosis pada 6 Desember 2020 dan 1,8 juta dosis pada 31 Desember 2020.

Baca juga: BPOM: perlu usaha besar distribusikan vaksin COVID-19

"Badan POM telah melakukan evaluasi terhadap data uji preklinik dan uji klinik fase 1 dan fase 2 untuk menilai keamanan dan respon imun yang dihasilkan dari penggunaan vaksin dan juga hasil uji klinik fase 3 yang dipantau dalam periode 1 bulan setelah pemberian suntikan ke-2," tambah Lucia.

Menurut Lucia, hal itu sesuai dengan persyaratan dari WHO yaitu minimal pengamatan harus dilakukan sampai 3 bulan untuk interim analisis yang digunakan untuk mendapat data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data dukung pemberian EUA.

Baca juga: BPOM sebut efektivitas vaksin diukur setelah penggunaan secara luas

"Keamanan merupakan hal yang sangat penting untuk dipastikan sebelum vaksin diedarkan. Keamanan vaksin dipantau secara periodik pada subjek uji klinik yaitu 30 menit setelah penyuntikan dan secara ketat pemantauan setiap hari sampai 14 hari pertama kemudian 3 bulan dan 6 bulan setelah penyuntikan," tambah Lucia.

Sesuai dengan standar WHO, menurut Lucia, khasiat vaksin harus dibuktikan dengan beberapa parameter yang dipenuhi yaitu parameter efikasi sebagai parameter klinis yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok subjek atau orang yang menerima vaksin dibandingkan dengan kelompok subjek orang yang menerima plasebo pada uji klinik fase 3 yang dilaksanakan.

Kedua, parameter imunogenisitas yaitu parameter pengganti dengan menguji efikasi berdasarkan hasil pengukuran kadar antibodi yang terbentuk atau yang dikenal dengan IGG. Setelah seseorang diberikan suntikan dan dilakukan pengukuran netralisasi antibodi yaitu kemampuan dari antibodi yang terbentuk untuk menetralkan atau membunuh virus.

Baca juga: Kemenkes optimistis vaksin COVID-19 Sinovac segera dapat izin BPOM

"Pengukuran ini dilakukan setelah 2 minggu dosis terakhir, seperti kita ketahui vaksinasi dilakukan dengan dua dosis yaitu hari pertama dan hari ke-14 kemudian dilakukan pengulangan pengukuran pada 3 bulan dan sampai 6 bulan setelah vaksin disuntikkan ke dalam tubuh," tambah Lucia.

Setelah menerima data tersebut maka BPOM baru dapat diberikan persetujuan penggunaan.

"Atau yang kita kenal dengan nama 'Emergency Use of Authorization' sedangkan untuk efektivitas vaksin kita terus akan memantau kemampuan vaksin dalam menurunkan kejadian penyakit di masyarakat dalam jangka waktu yang lama," ungkap Lucia.

Baca juga: 40.000 dosis vaksin COVID-19 dijadwalkan tiba di Sumut Selasa (5/1)

Artinya efektivitas vaksin diukur setelah vaksin digunakan secara luas di masyarakat pada kondisi yang nyata di lapangan atau di dunia pelayanan kesehatan yang sebenarnya.

"Saat ini Badan POM masih masih menunggu penyelesaian analisis data uji klinik fase 3 di Bandung utk mengonfirmasi khasiat atau efikasi vaksin Sinovac. Data tersebut diperlukan dalam rangka penerbitan persetujuan penggunaan darurat atau EUA," tambah Lucia.

Lucia mengungkapkan data uji klinis negara lain seperti Brasil dan di Turki juga menjadi dasar pemberian EUA, khususnya bagi orang di atas usia 60 tahun yang uji kliniknya dilakukan di Brasil.

"Untuk menjamin mutu vaksin, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin yang mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin Sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional," tambah Lucia.

Baca juga: Kemenkes sebut data penerima vaksin hanya untuk penanganan COVID-19

Salah satu caranya adalah melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin Sinovac dan berdasarkan hasil evaluasi mutu BPOM memastikan bahwa vaksin tersebut tidak mengandung bahan-bahan berbahaya misalnya pengawet, boraks dan formalin.

"Dalam proses evaluasi untuk penerbitan persetujuan atau izin penggunaan dalam kondisi darurat atau EUA, Badan POM melakukan kajian bersama komite nasional penilai obat dan juga tim ahli di bidang imunologi dan vaksin yang tergabung dalam 'Indonesia Technical Advisory Group of Immunization' serta Tim Ahli lainnya yang terkait," jelas Lucia.

Apabila berdasarkan hasil evaluasi dinyatakan vaksin COVID-19 memenuhi syarat keamanan, khasiat dan mutu serta pertimbangan bahwa kemanfaatan jauh lebih besar daripada risiko tentunya EUA akan dapat diterbitkan.

"Kami berupaya mengevaluasi segera setelah data kami terima dan diharapkan sebelum jadwal pelaksanaan vaksinasi dilakukan EUA dapat diterbitkan," kata Lucia.

Baca juga: Pemerintah kerahkan seluruh faskes kejar target vaksinasi COVID-19

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021