Jakarta (ANTARA) - Digitalisasi aksara daerah yang sedang digalakkan oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) perlu dukungan penuh dari pemerintah sehingga dalam prosesnya bisa berjalan lebih lancar.

Pemerintah bisa melakukan intervensi kebijakan dan mengawal secara intensif apa yang diupayakan PANDI, kata Direktur Eksekutif Culuture and Folks for Indonesia (CFI) Muhammad Yusuf, dalam pernyataan pers yang diterima Antara, Rabu.

Upaya PANDI itu perlu dukungan masif. "Pasalnya, ketika digitalisasi aksara Jawa bisa diwujudkan, akan banyak dampak positif terhadap Indonesia. Terutama menyangkut aspek pelestarian aksaranya itu sendiri."

"Era teknologi yang begitu cepat seperti sekarang harusnya dijadikan momentum. Momentum bagaimana mendigitalisasi budaya bangsa," kata Yusuf.

"Kalau aksara Jawa ini terealisasi (didigitalisasi), maka ini akan menjadi pintu masuk untuk budaya kita yang lainnya. Makin dikenal dunia," lanjut dia.

Sebagai informasi, PANDI secara resmi telah mengajukan permohonan Internationalize Domain Name (IDN) terhadap aksara Jawa kepada lembaga internet dunia, Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN).

PANDI lantas mendapat jawaban pada Juli 2020 lalu melalui surat elektronik (email).

Inti suratnya, seluruh data yang di submit oleh PANDI telah selesai dievaluasi oleh ICANN.

Merujuk pada hasil evaluasi, untuk sementara proses IDN aksara Jawa dikembalikan kepada PANDI, disertai dengan beberapa alasan.

Alasan pertama, bahasa Jawa belum masuk sebagai bahasa administratif Indonesia di ISO 3166-1.

Alasan kedua, ICANN melihat bahwa kemudian belum cukup bukti bahwa aksara Jawa lazim digunakan oleh seluruh atau sebagian masyarakat Indonesia.

Alasan ketiga adalah status aksara Jawa di UNICODE di mana saat ini masih masuk dalam kategori Limited Use Script.


Baca juga: Amrih, pelopor digitalisasi aksara Jawa di Yogyakarta

Baca juga: Upaya daftarkan aksara Jawa jadi nama domain belum berhasil

Baca juga: PANDI umumkan pemenang lomba laman aksara Jawa

Pewarta: Suryanto
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021