Jakarta (ANTARA) - Banyak hal menarik yang dapat terjadi di dalam kereta yang statis sekaligus dinamis. Kereta jadi latar belakang yang asyik untuk berbagai kisah, mulai dari cerita horor zombie di "Train to Busan" juga pembuktian kemampuan detektif di kisah misteri "Murder on the Orient Express". Yang terbaru? Petualangan pembunuh iblis di film animasi "Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba The Movie: Mugen Train".

Film ini bahkan memecahkan rekor box office di Jepang, menjadi film hit box office terbesar di Jepang, menyalip film animasi fantasi 2001 Miyazaki Hayao, "Spirited Away. Tidak adanya persaingan dengan Hollywood di bulan-bulan musim panas dan musim gugur, yang sering dipadati oleh Pixar, Disney, menjadi salah satu faktor mengapa "Kimetsu no Yaiba Mugen Train" meledak di negaranya. 

Baca juga: Pengisi suara "Naruto" dan "Kimetsu no Yaiba" positif COVID-19

Baca juga: "Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba - Infinity Train" rilis Oktober 2020


Namun tentunya film ini takkan sebegitu diminati tanpa cerita yang disukai penonton. Animasi ini diangkat dari manga karya Gotoke Koyohara yang memulai debutnya di majalah "Weekly Shonen Jump" pada Februari 2016 dan telah terjual 120 juta kopi dalam semua format. Selain itu, anime 26 episode berlatar belakang abad ke-20 Jepang berdasarkan manga menjadi sensasi viral setelah disiarkan di berbagai platform Internet.
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba (ANTARA/HO)


"Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Mugen Train" mengisahkan perjalanan Tanjiro, Nezuko, Zenitsu dan Inosuke yang diminta membantu pendekar pedang terkuat di dalam Korps Pembunuh Iblis, Flame Hashira Kyojuro Rengoku di dalam kereta Mugen.

Tanjiro adalah seorang pembunuh iblis muda yang punya kisah masa lalu tragis. Dia memutuskan jadi pembunuh iblis setelah menemukan hampir seluruh anggota keluarganya tewas dibantai oleh iblis. Hanya sang adik, Nezuko, yang selamat, namun dia pun berubah jadi iblis meski tetap memiliki sisi manusiawi.

Bersama dengan Nezuko, Inosuke, temannya yang selalu mengenakan topeng babi hutan, juga Zenitsu si bocah penakut namun sangat berbakat dan punya kekuatan terpendam yang bisa muncul di saat genting, Tanjiro mengerahkan segenap tenaga untuk membasmi iblis yang menghantui perjalanan mereka di kereta.

Baca juga: "Kimetsu no Yaiba: Mugen Train" tayang di Indonesia dan ASEAN 2021
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba (ANTARA/HO)


Meski latar belakangnya didominasi di kereta, durasi 117 menit tidak terasa membosankan karena keahlian iblis yang telah membunuh lebih dari 40 demon slayers membawa penonton ke dunia lain: mimpi.

Tanjiro menghadapi dilema, tetap berada di dalam mimpi yang mempertemukannya kembali dengan seluruh anggota keluarga seperti sedia kala, atau kembali ke kenyataan yang tak selalu manis, di mana hanya dia dan Nezuko yang bertahan hidup. 

Sebelum dibawa ke adegan pertarungan yang membuat napas tercekat dengan jurus dan kuda-kuda unik milik setiap pembunuh iblis --Tanjiro punya teknik Pernapasan Air, Zenitsu punya Pernapasan Guntur dan Kyojuro yang lebih berpengalaman menguasai Pernapasan Api-- banyak adegan mengundang senyum kecil, terutama pada paruh pertama film.

Gaya norak Inosuke yang terkagum-kagum merasakan sensasi naik kereta, atau Zenitsu yang serba ketakutan dengan apa pun tapi seketika berubah 180 derajat begitu menyangkut sang pujaan hati, Nezuko. Mereka menghadapi iblis yang berusaha menghancurkan pembunuh iblis lewat mimpi agar tak berkutik di dunia nyata.

Bukan cuma iblis yang dihantam oleh para pembunuh, penonton juga ikut merasakan pukulan emosional dari adegan haru, juga ketegangan yang menghantam, terutama ketika pertarungan antara pembunuh iblis dengan musuh memuncak. Musik garapan Yuki Kajiura dan Go Shiina menyempurnakan pengalaman penonton dalam menikmati duel antara manusia dan iblis di film ini.

"Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Mugen Train" sudah tayang di bioskop Indonesia.

Baca juga: Tujuh rekomendasi animasi untuk ditonton tahun 2021

Baca juga: "Demon Slayer: Mugen Train" terus pecahkan rekor di Jepang

Baca juga: Kereta lokomotif uap "Demon Slayer" hadir di Jepang

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021