Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala Nugraha Mansury menyambut baik dan mengapresiasi rencana Kimia Farma (KAEF) dan Pertamina melalui salah satu anak perusahaannya, PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI), untuk membangun pabrik farmasi paracetamol dengan kapasitas 3800 ton per annum (TPA) dari turunan produk petrokimia yaitu benzene.

"Hingga hari ini, kita ketahui bersama dan kita sama-sama belajar bahwa di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini, kesehatan menjadi modal utama yang tidak terpisahkan dalam rangka memulihkan ekonomi nasional. Namun, yang harus kita ketahui bersama juga, hingga hari ini kebutuhan akan bahan baku obat (BBO) masih impor sekitar 95 persen,” kata Pahala melalui keterangan pers Kimia Farma yang diperoleh ANTARA, Jakarta, Jumat.

Pada akhir Tahun 2020, KAEF dan PT KPI telah menandatangani Head Of Agreement (HoA) atau kesepakatan tentang skema kerja sama bisnis berdasarkan hasil studi bersama tentang penyediaan bahan baku benzene, rencana offtake, skema transaksi dan kajian komersial, serta strategi pengembangan proyek.

Skema kerja sama tersebut ditujukan untuk mendukung kemandirian farmasi di dalam negeri karena hingga saat ini sekitar 95 persen kebutuhan bahan baku obat (BBO) masih impor.

Baca juga: Phapros salurkan dana kemitraan Rp3 miliar dukung kemajuan UMKM

Baca juga: Klinik apung layani kesehatan warga di Kepulauan Seribu


Pada kesempatan yang sama di acara penandatanganan kesepakatan, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan bahwa PT KPI dan KAEF berinisiasi untuk dapat bekerja sama mengolah lebih lanjut salah satu produk petrokimia yaitu benzene dan propylene yang berasal dari Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap untuk dapat dikembangkan dan diproduksi menjadi Para Amino Fenol (PAF) yang akan menjadi bahan baku farmasi, salah satunya adalah paracetamol.

“Kerja sama ini membantu percepatan kemandirian industri farmasi nasional dan menurunkan defisit neraca perdagangan Indonesia melalui produksi paracetamol dari bahan baku benzene dan propylene dari Kilang RU IV Cilacap, serta meningkatkan sinergi dan kolaborasi antar BUMN baik dari aspek bisnis, riset dan teknologi, hingga pengembangan SDM nasional yang profesional,” kata Nicke.

Dia juga mengharapkan dukungan dari seluruh pihak terkait, termasuk para pemangku kepentingan utama dalam implementasi ke depan. Melalui dukungan tersebut, ia berharap kerja sama tersebut dapat lebih optimal sehingga tercipta ekosistem dari hulu ke hilir yang dapat mendukung pengembangan dan pertumbuhan industri petrokimia maupun industri farmasi nasional, sehingga dapat juga meningkatkan mutual benefit antara Pertamina, khususnya PT KPI, dan KAEF.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Digital Healthcare PT Bio Farma (Persero) selaku Holding BUMN Farmasi, Solehudin Al Ayubi, juga menyampaikan bahwa sinergi bisnis tersebut diharapkan dapat mendukung ekosistem farmasi di Indonesia.

“Tentunya kami sangat mengapresiasi atas kerja sama ini dan kami berharap dapat memperkuat kemandirian industri farmasi nasional sekaligus meningkatkan value chain produk petrokimia yang dihasilkan oleh Pertamina," kata Ayubi.

Ayubi mengatakan bahwa dirinya telah memiliki roadmap atau peta jalan untuk mengurangi bahan baku impor tersebut. Holding BUMN Farmasi juga sebelumnya telah berupaya memperkuat value chain ekosistem industri kesehatan tersebut dengan pendirian pabrik BBO PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia, yang merupakan anak usaha KAEF. Mereka juga berupaya menggandeng mitra strategis yang diharapkan dapat merasakan efisiensi dari kerja sama bisnis tersebut.

Ayubi juga mengatakan bahwa kerja sama itu diharapkan dapat mengatasi solusi atas permasalahan produk yang saat ini telah tersedia bahan bakunya.*

Baca juga: Tingkatkan produktivitas, Kimia Farma perpanjang PKB serikat pekerja

Baca juga: Anak usaha Kimia Farma raih penghargaan pengelolaan lingkungan

Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021