Tim menemukan rekahan lain dengan jarak tujuh meter dari lokasi kejadian di bagian atas lereng dekat ke jalan dan dari rekahan yang ditemukan perlu menjadi kewaspadaan akan bahaya longsoran susulan.
Bandung (ANTARA) - Ahli bidang longsoran tanah dan geologi teknik Insitut Teknologi Bandung Dr Eng Imam Achmad Sadisun,ST MT mengingatkan bahayanya longsor susulan di Kabupaten Sumedang, pasca kejadian longsor yang terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang pada Sabtu (9/1) yang telah menimbulkan korban jiwa.

Kesimpulan tersebut diperoleh setelah tim dari KK Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB meninjau lokasi terjadinya longsor.

Tim tersebut menurut Imam dalam siaran pers Humas ITB, Rabu, menemukan rekahan lain dengan jarak tujuh meter dari lokasi kejadian di bagian atas lereng dekat ke jalan dan dari rekahan yang ditemukan perlu menjadi kewaspadaan akan bahaya longsoran susulan.

"Kita melihat longsoran susulan ini belum berhenti. Tim ITB ke sana retakan itu ternyata masih ada sampai ke jalan di perumahan yang ada di atas dan paling jauh jaraknya 7 meter, nah ini suatu saat bisa jadi meluncur lagi (longsor)", ujarnya.

Dikatakan, longsor yang terjadi di Cimanggung tidak hanya sekali terjadi dan setidaknya ada empat kali kejadian longsoran menurut banyak saksi mata di lokasi tersebut.
Baca juga: BMKG pasang sistem peringatan dini antisipasi longsor susulan Sumedang

"Dari berbagai dokumentasi foto dan video, dapat diamati dengan jelas bahwa longsoran susulan cenderung berkembang manuju arah gawir utama atau mahkotanya,” ujarnya.

Menurut Imam Sadisun, jika melihat peta geologi di daerah tersebut, lokasi tempat terjadinya longsor itu masuk zona merah dan kuning.

Ini artinya memiliki potensi longsor yang tinggi dan sangat tinggi.

"Sehingga untuk perumahan dan pemukiman peruntukkannya sangat terbatas," ujarnya.

Ia pun menyarankan agar pihak terkait selalu memperhatikan UU Penataan Ruang dan Lahan di kawasan yang berpotensi longsor.

Ia menjelaskan, longsoran yang terjadi bukanlah jenis longsoran biasa, melainkan bisa dikatakan sebagai longsoran kompleks.

Kejadian di Sumedang ini menurutnya terjadi karena proses gelinciran (sliding) pada bagian atas hingga proses aliran (flowing) di bagian tengah dan bawah sistem longsoran.
Baca juga: Tim SAR temukan lima korban, 21 orang meninggal dalam longsor Sumedang
Baca juga: PVMBG: Longsor susulan di Sumedang masih berpotensi terjadi


"Kejadian longsoran yang diikuti oleh proses aliran lumpur atau bahkan aliran bahan rombakan umumnya menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan,” katanya.

Berdasarkan pengamatan dan analisis Imam Sadisun, area longsoran Cimanggung ini berawal dari bagian tengah sistem lereng yang ada. Tempat inilah awal terganggunya kesetimbangan atau kestabilan lerengnya ditambah dengan terjadinya hujan lebat.

Selain itu di area tersebut lahannya sudah banyak dibuka untuk area perumahan, baik pada bagian atas lereng, tengah hingga pada bagian bawahnya.

Kenaikan tekanan pori dan berat isi material pembentuk lereng oleh infiltrasi air hujan, telah memberikan kontribusi yang sangat berarti pada proses terbentuknya longsoran ini.

Terkait akan bahaya longsoran susulan, Imam mengusulkan agar pemerintah segera melakukan upaya penanganan.

Hal itu bisa dilakukan dengan cara penataan dari atas tebing mulai dari stabilisasi lereng tersebut dengan melakukan perkuatan material pembentuk lereng atau pemberian struktur penahan lereng secara bertahap hingga pengaturan drainase permukaan dan bawah permukaan dengan baik.

"Atau jika tidak dilakukan penataan ulang kawasan, bisa dengan cara merelokasi masyarakat yang ada di sekitar lokasi longsor ke tempat aman," kata dia.
Baca juga: 200 lebih KK diungsikan guna antisipasi longsor susulan di Sumedang
 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021