....dibutuhkan kemauan politik kuat baik dari pemerintah maupun DPR untuk dapat menjalankannya.
Jakarta (ANTARA) - Pelaksanaan TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam menjadi syarat untuk menyelesaikan isu lingkungan yang berdampak bencana seperti banjir di Kalimantan Selatan, kata Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nur Hidayati.

"Untuk yang dilematis sebenarnya harus kita perhatikan, tapi sebelum kita mengarah ke model ekonomi baru, dan itu memungkinkan beralih dari ekonomi ekstraktif pada yang lebih baik dan ramah lingkungan, itu mungkin sekali. Karena warga Kalimantan tidak banyak juga yang membuka hutan besar-besaran, karena bukan budaya mereka," kata Nur Hidayati dalam diskusi daring diakses dari Jakarta, Jumat.

Namun, menurut dia, perlu diawali pengakuan bahwa model pembangunan sekarang ini salah agar bisa bertransformasi ke ekonomi berkelanjutan. Syarat itu sudah diakui dalam TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, karena akar permasalahannya di sini adalah ketimpangan penguasaan struktur agraria.

"Baru model ekonomi transisi bisa dilakukan. Di Amerika Serikat itu sudah dilakukan, kelompok buruh dan kelompok lingkungan dan petani beralih dari industri kotor ke industri bersih lingkungan. Kita bisa lakukan apalagi industri batu bara juga sudah 'sunset'," ujar dia.

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University Prof Hariadi Kartodihardjo mengatakan hal penting dalam TAP MPR IX Tahun 2001 tersebut yakni berkaitan dengan konsolidasi pembaruan agraria dan sumber daya alam yang tercantum dalam Pasal 5, yang menentukan arah kebijakan tersebut.

Pasal 5 ayat (1) huruf b TAP MPR tersebut menyebutkan perihal arah kebijakan pembangunan agraria, mengarahkan eksekutif maupun legislatif untuk melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.

Sementara dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c disebutkan agar arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah dengan memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.

Sedangkan pada huruf f disebutkan agar mengupayakan pemulihan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.

Beberapa isi dari TAP MPR itu sebenarnya juga sudah dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Namun demikian, menurut dia, memang dibutuhkan kemauan politik kuat baik dari pemerintah maupun DPR untuk dapat menjalankannya.

Khusus terkait bencana banjir di Kalimantan Selatan, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan perlu disiapkan lima aspek untuk pemulihan lingkungan pascabanjir. Langkah-langkah progresif sedang disiapkan Kementerian bersama Pemerintah Provinsi, serta melakukan evaluasi dan mitigasi untuk mencegah bencana berulang.

Aspek perencanaan, rekayasa teknis, vegetatif, pelibatan masyarakat, dan aspek kelembagaan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Provinsi Kalimantan Selatan, kata Alue, sehingga pula jalur komunikasi yang cepat untuk membenahi aspek lingkungan pascabanjir.
 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021