Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Christina Aryani mendorong tercapai-nya titik temu antara pemerintah dan DPR mengenai RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

"Dalam rapat ini saya kembali mendorong Menkominfo agar segera ada titik temu antara pemerintah dan DPR terkait subtansi yang belum disepakati DPR dan pemerintah," kata Christina, dalam pernyataannya, di Jakarta, Senin.

Hal tersebut disampaikannya terkait Rapat Kerja Komisi I DPR-RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Senin ini yang membahas evaluasi capaian kinerja TA 2020, realisasi anggaran TA 2020, persiapan pelaksanaan TA 2021 dan isu-isu aktual lainnya.

Menurut Christina, DPR menganggap perihal perlindungan data perlu lembaga di luar kementerian dikarenakan pemerintah menjadi salah satu pihak yang juga akan diawasi.

Akan tetapi, kata dia, pemerintah melalui Menkominfo menegaskan mengacu pada beberapa negara yang mengatur otoritas perlindungan data pribadi-nya, berada di bawah kementerian.

"Penegasan ini sekaligus mengonfirmasi kekhawatiran saya bahwa titik temu tersebut akan sulit dicapai," ucap politikus Partai Golkar tersebut.

Baca juga: Anggota DPR: Perlu lembaga pengawas independen lindungi data pribadi

Baca juga: Pemilik data akan berhak meminta salinan data pribadi dari korporasi


Tentunya, kata dia, kebuntuan itu harus segera dicari jalan keluarnya sehingga keinginan masyarakat memiliki payung hukum pelindungan data pribadi bisa segera terealisasi.

"Saya membayangkan jika terus seperti ini maka harapan masyarakat memiliki kepastian hukum aspek pelindungan data akan ikut terbengkalai," ujarnya.

Terkait RUU PDP, Christina mengingatkan pada 10 Februari mendatang DPR akan mengakhiri masa persidangan III yang sekaligus menjadi masa sidang kedua pembahasan RUU PDP.

Ketentuan Tata Tertib DPR (Tatib) mengatur suatu RUU dibahas Panja dalam maksimal 3 masa sidang dan hanya dapat diperpanjang oleh rapat paripurna atas permintaan pimpinan Komisi.

Adapun hal-hal yang bisa menjadi alasan perpanjangan juga diatur dalam tatib, yaitu materi muatan yang kompleks, jumlah pasal yang banyak serta beban tugas komisi. Namun mengingat RUU PDP hanya terdiri dari 72 pasal dan materi muatannya pun tidak sekomplek RUU lainnya.

"Prediksi saya, argumentasi perpanjangan di luar 3 masa sidang akan sulit terpenuhi. Sehingga atas nama urgensi dan kemendesakan, kami mendorong perlu segera dicari titik temu antara DPR dan pemerintah sehingga kebuntuan ini bisa segera teratasi," tutur-nya.

Selain soal RUU PDP, Christina juga mengangkat beberapa isu, utamanya kesiapan Indonesia mengimplementasikan Analog Switch Off (ASO) atau beralihnya siaran analog kepada siaran digital.

Sebagaimana diamanatkan Pasal 60A UU Cipta Kerja, kata dia, migrasi penyiaran televisi analog ke digital yang disertai penghentian siaran analog akan diselesaikan paling lambat 2 November 2022.

"Masukan yang kami terima, perlu dibentuk Tim Digital Nasional yang melibatkan 'stakeholders' terkait untuk segera membahas hal-hal yang perlu dipersiapkan, utamanya rencana aksi implementasi ASO, kewenangan institusi terkait hingga sosialisasinya," katanya.

Christina menambahkan bahwa kebijakan tersebut akan berdampak pada masyarakat banyak akibat diperlukannya perangkat dekoder khusus konversi atau keharusan untuk menggunakan TV digital.

Baca juga: Kominfo harapkan RUU PDP selesai awal 2021

Baca juga: RUU PDP ditargetkan selesai awal tahun depan

Baca juga: RUU PDP tak hanya lindungi data, tapi juga bangun kesadaran masyarakat

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021