Kasus COVID-19 yang melonjak sekitar 70 persen
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyoroti kenaikan angka positif COVID-19 di Sulawesi barat pascagempa dan meminta dibuatnya ruang isolasi di pengungsian sebagai langkah pencegahan.

"Kasus COVID-19 yang melonjak sekitar 70 persen itu termasuk pengungsi dan relawan. Untuk mencegah kasus COVID-19 di pengungsian, harus segera dibuatkan ruang isolasi bagi penderita COVID-19 dengan cepat," kata Ketua DPD LaNyalla dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Selasa.

LaNyalla mengutip dari angka yang dilansir Emergency Medical Team Ikatan Dokter Indonesia yang menyatakan pascabencana angka positif COVID-19 mengalami lonjakan sekitar 70 persen.

Emergency Medical Team Ikatan Dokter Indonesia juga mengingatkan pentingnya sarana isolasi di wilayah terdampak gempa di Kabupaten Majene dan Mamuju, Sulbar, di mana kasus COVID-19 meningkat sehingga mengakibatkan angka terkonfirmasi positif Sulbar naik 70 persen dalam 23 hari.

Hal itu diperburuk dengan rumah sakit khusus penanganan COVID-19 yang rusak akibat gempa yang terjadi pada 14-15 Januari 2021. Kerusakan fasilitas penanganan COVID-19 tersebut dapat menjadi salah satu penyebab kenaikan kasus COVID-19 di Sulbar setelah gempa.

Pemerintah daerah dan Tim Transisi Darurat ke Pemulihan Bencana Gempa Sulbar saat ini sudah bergerak untuk mengolaborasikan penanganan dampak gempa dengan COVID-19.

Baca juga: BNPB akan tambah tenda darurat untuk isolasi pasien COVID-19 di Sulbar

Baca juga: Dinkes Sulbar upayakan vaksinasi COVID-19 segera dilakukan


Tim Transisi yang dipimpin Sekretaris Daerah Sulbar Muhammad Idris sudah meminta petugas layanan kesehatan untuk terjun ke tenda-tenda pengungsian terkait penanganan COVID-19 dan penyakit lain sebagai dampak tidak langsung dari gempa.

Dalam pernyataan resminya, mantan Ketua Umum PSSI tersebut juga mendorong pencegahan penularan di antara para relawan yang masih berada di daerah itu.

"Para relawan harus lebih cepat ditangani karena bisa jadi merupakan OTG (Orang Tanpa Gejala), sehingga sangat berpotensi menularkan kepada para pengungsi," kata LaNyalla.

Dia mengakui bahwa tidak mudah menangani COVID-19 di wilayah pengungsian tapi hal itu harus dilakukan karena dampaknya yang luas.

"Penanganan COVID-19 saat bencana memang tidak mudah. Tetapi tetap harus menjadi prioritas karena efeknya bisa meluas dan khawatir tidak dapat dikendalikan," demikian ujarnya.

Baca juga: Tim transisi pemulihan pascagempa Sulbar satukan penanganan COVID-19

Baca juga: Dinkes Sulbar kecewa banyak pengungsi tolak rapid tes COVID-19


 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021