Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta skema simulasi dan penjadwalan pemilu serentak (pemilihan legislatif, pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah) yang akan dilaksanakan pada 2024 disosialisasikan secara masif sejak dini agar pelaksanaannya berjalan lancar.

"Jika skema simulasi tersebut diterapkan, maka saya berharap KPU dapat melakukan sosialisasi secara masif sejak dini. Itu untuk memudahkan masyarakat serta pihak terkait dapat lebih memahami proses pelaksanaan Pemilu Serentak 2024," kata Azis Syamsuddin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Dia mengapresiasi sikap Komisi Pemiliham Umum (KPU) Republik Indonesia yang telah mempersiapkan skema simulasi dan penjadwalan proses pemilu dan pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 2024.

Baca juga: Akademikus: Pandemi jangan jadi penghalang pemilu serentak 2024
Baca juga: Keserentakan pemilu amanat UU dan MK
Baca juga: Titi: Perlu lakukan terobosan untuk hindari keterbelahan politik


Namun dia meminta KPU dapat melihat kekurangan dan permasalahan apa saja yang terjadi pada proses Pemilu 2019 dari sisi penyelenggaraan dan sebagainya.

"Langkah itu agar kekurangan di Pemilu 2019 dapat diminimalisir dan tidak terulang kembali di tahun 2024," ujarnya.

Azis menilai dari sisi waktu pelaksanaan pemilu legislatif (pileg), pemilu presiden (pilpres), dan pilkada serentak pada 2024, sangat berhimpitan dan akan menguras tenaga para penyelenggara.

Karena itu dia meminta KPU harus dapat mempersiapkan kebutuhan personel penyelenggara baik secara fisik, mental dan teknologi.

Menurut dia KPU dapat membuat Peraturan KPU (PKPU) mengenai batas usia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) agar lebih dinaikkan untuk mencegah terjadinya kelelahan karena jarak pelaksanaan berhimpitan yang berimbas pada fisik dan waktu.

"Biasanya petugas KPPS di daerah itu saja, saya berharap batas usia maksimal petugas KPPS 45 tahun dan terendah tetap berada di usia 20 tahun," katanya.

Dia mencontohkan di Pilkada Serentak 2020, usia terendah petugas KPPS adalah 20 tahun dan maksimal 50 tahun yang diatur dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada Dalam Kondisi Bencana Non-alam COVID-19.

Selain itu Azis mengusulkan anggaran dana saksi dapat dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2024, karena tidak semua partai dapat memiliki anggaran saksi yang cukup besar untuk menutupi secara keseluruhan.

Politisi Partai Golkar itu menilai langkah tersebut untuk efisiensi biaya bagi setiap parpol dan mencegah terjadinya perbedaan antara partai besar dan kecil.

Dia menilai jangan sampai ada partai yang tidak memiliki saksi karena tidak sanggup untuk membiayainya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021