Penerapan peraturan menteri ini dapat menjamin kualitas modul surya, baik impor maupun lokal dalam penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di dalam negeri serta menciptakan pasar modul surya yang kompetitif dan persaingan yang sehat....
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa penerbitan regulasi terkait penerapan standar kualitas modul fotovoltaik (PV) silikon kristalin akan menjamin kualitas modul surya dan menciptakan pasar yang kompetitif.

"Penerapan peraturan menteri ini dapat menjamin kualitas modul surya, baik impor maupun lokal dalam penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di dalam negeri serta menciptakan pasar modul surya yang kompetitif dan persaingan yang sehat. Kita harus sama-sama memastikan penerapan permen ini tidak menjadikan PLTS semakin mahal dalam implementasinya," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat Sosialisasi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kualitas Modul Fotovoltaik Silikon Kristalin secara virtual di Jakarta, Senin (15/2/2021).

Pemilihan PLTS, kata Dadan, seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa, menjadi pilihan tepat sejalan dengan percepatan pengembangan EBT sesuai rencana umum energi nasional (RUEN) sebesar 6,5 gigawatt (GW).

Baca juga: KemenESDM-AP II siapkan manajemen energi berstandar global di Soetta

Selain pemasangan yang mudah, cepat, dan bernilai ekonomis, secara teknikal penggunaan PLTS sudah teruji di beberapa negara. Berdasarkan arahan Menteri ESDM Arifin Tasrif, PLTS bakal menempati porsi terbesar dalam penyediaan bauran energi RUPTL 2021-2030.



"Kami sudah lihat PLTS terapung dan PLTS Bali yang sedang dibangun, harga-harganya di bawah BPP (biaya pokok penyediaan) setempat dan kami harus jaga ini. Saat yang sama juga dipastikan kualitas kami pertahankan. Saya memastikan di Ditjen EBTKE bahwa ini tidak akan mengurangi daya saing dari PLTS tersebut," jelas Dadan.

Mengingat pentingnya modul dalam pengembangan PLTS, maka terdapat dua lembaga jasa sertifikasi SNI produk (LSpro), yaitu PT Qualis Indonesia dan TUV Rheinland, serta satu Lab Uji B2TKE BPPT yang tengah dikoordinasikan untuk persamaan uji peraturan menteri (permen).

"Kami juga telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Ditjen Bea Cukai, dan Kemenperin untuk persamaan persepsi terkait NPD (nota permintaan data/dokumen) dan proses masuk dari badan luar negeri, sehingga untuk proses perizinan tidak akan memperpanjang rantainya," tambah Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Chrisnawan Anditya pada sosialisasi tersebut.

Baca juga: Kementerian ESDM akan bangun taman panel surya di Indonesia timur

Dalam permen ESDM itu terdapat kewajiban penerapan SNI IEC 61215 Tahun 2016. Begitu pun halnya dengan modul yang telah memiliki sertifikat SNI IEC 61215 perlu diberlakukan sertifikasi ulang atau endorsement (pengesahan).

Pengajuan sertifikasi ini harus dari produsen dan importir, yaitu badan usaha yang melakukan impor modul fotovoltaik silikon kristalin untuk dipasarkan di dalam negeri dan merupakan perwakilan resmi dari produsen di luar negeri.

"Sebetulnya, SNI IECnya itu banyak serinya, tetapi mengenai kesiapan Indonesia dari sarana pendukung misalnya lab uji kita masih membatasi pada silikon kristalin. Jadi, ada 3 SNI yang diwajibkan. SNI itu sifatnya sukarela, jadi kalau diwajibkan maka harus dengan regulasi teknis. Permen ESDM 2/2021 adalah jenis regulasi bersifat regulasi teknis yang mewajibkan sebuah SNI," papar Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Martha Relitha Sibarani.

Baca juga: Setjen DEN: Sinergi BRI dan LEN dukung target EBT pemerintah pada 2025

Martha menyoroti masa transisi yang disebutkan dalam peraturan bahwa satu modul PV yang telah dimanfaatkan sebelum peraturan berlaku dianggap telah memenuhi ketentuan dalam peraturan. Masa 12 bulan setelah peraturan diundangkan adalah masa transisi/relaksasi bagi produsen dan importir untuk melakukan sertifikasi SNI modul yang diproduksi/dijual.

"Kami tekankan kembali bahwa modul PV harus sudah berlisensi per 7 Januari 2022. Terkait importir, jika ada yang bertanya mengapa harus perwakilan resmi dari produsen di luar negeri, itu karena perwakilan resmi akan menjamin kualitas modul PV, juga dalam hal pelayanan setelah penjualan, dan sebagai pihak yang bertanggung jawab apabila ada tuntutan hukum di kemudian hari," jelasnya.

Kemudian, importir yang merupakan perwakilan resmi pabrikan di luar negeri dapat terdiri atas beberapa importir, tergantung pabrikan di luar negeri.

Sebagai perwakilan resmi, lanjut Martha, harus ada dokumen penunjukan/kerja sama dari pabrikan. Jika terdapat beberapa importir yang merupakan perwakilan resmi, maka importir akan mengurus/memiliki SPPT-SNI masing-masing.

Dalam sosialisasi Permen ESDM 2/2021 itu hadir perwakilan Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional (BSN) Latifa, Kepala Balai Besar Teknologi Konservasi Energi (B2TKE) BPPT Barman Tambunan, dan Ketua Komite Teknis (Komtek) 27-08 Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Abdul Rasyid, serta Sandra Inada, perwakilan Proyek Kerja Sama Jerman (Lembaga Meterologi Nasional Jerman Physikalisch-Technische Bundesanstalt/PTB) sebagai moderator.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021