Kami melihat pendekatan yang paling cepat melalui program pemanfaatan energi surya. Potensi PLTS ini ada di mana pun, tidak terlalu sulit untuk studi kelayakan membangun PLTS, apalagi untuk di atas atap (rooftop),
Jakarta (ANTARA) - Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dinilai sebagai opsi terbaik untuk mengejar target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 sekaligus mempercepat rasio elektrifikasi di Tanah Air, mengingat PLTS lebih cepat dan mudah dibangun dibandingkan pembangkit jenis lain.

"Kami melihat pendekatan yang paling cepat melalui program pemanfaatan energi surya. Potensi PLTS ini ada di mana pun, tidak terlalu sulit untuk studi kelayakan membangun PLTS, apalagi untuk di atas atap (rooftop)," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam diskusi "Central Java Solar Day 2021" secara virtual, Selasa (16/2).

Dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu, Dadan menyebutkan porsi EBT dalam bauran energi nasional pada akhir 2020 telah mencapai 11,5 persen atau separuh dari target yang ditetapkan sebesar 23 persen pada 2025.

Baca juga: ESDM: Regulasi PV silikon kristalin jamin standar kualitas modul surya

Pencapaian ini harus sejalan dengan komitmen penurunan gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030.

"Kita hanya punya waktu lima tahun lagi untuk menuju ke sana, jadi kalau EBT tidak tercapai, pasti target penurunan gas rumah kaca pun tidak akan tercapai," jelasnya.

Untuk mendukung pencapaian target tersebut, sambung Dadan, Kementerian ESDM tengah menyusun strategi energi nasional untuk jangka menengah hingga 2035.

"Fokus kita bisa mengurangi atau menghilangkan impor dari energi bahan bakar minyak. Kemudian, kita menggeser dari yang sifatnya fosil ke energi terbarukan," ujarnya.

Baca juga: Setjen DEN: Sinergi BRI dan LEN dukung target EBT pemerintah pada 2025



Dalam perencanaan tersebut, menurut Dadan, PLTS akan mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan energi di masa mendatang melalui pemberian insentif khusus.

"Dalam grand strategi energi nasional, PLTS merupakan salah satu prioritas untuk kita lakukan secara cepat. Kami ada program PLTS terapung, dalam RUPTL (rencana usaha penyediaan tenaga listrik) sekarang sedang disusun dan kami akan memasukkan semua waduk yang ada di Jawa," jelasnya.

Salah satu PLTS yang sedang dibangun adalah PLTS Terapung Cirata, Jawa Barat. "Angkanya cukup baik dari sisi harga, sudah bisa masuk di bawah BPP (biaya pokok penyediaan) listrik pembangkitan di Jawa," ujarnya.

Dadan menambahkan pengembangan PLTS ini akan jauh lebih baik apabila dikombinasikan dengan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Baca juga: Kementerian ESDM-UNDP kerja sama penerapan manajemen energi di 3 BUMN

Hampir semua PLTA digunakan sebagai peaker yang hanya digunakan saat beban puncak dan tidak dapat digunakan selama 24 jam karena ketersediaannya semakin terbatas.

"Umumnya, dipakai sore hari. Nah, siangnya, logisnya PLTA digantikan dengan PLTS. Jadi, PLTA dan PLTS ini saling mengisi," terang Dadan.

Melalui pemanfaatan PLTS, pemerintah juga berharap dapat meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi dengan berpijak kepada energi bersih. "Pada saatnya, kita bisa meningkatkan daya saing dari sisi kegiatan ekonomi," ujarnya.

Dadan juga menyampaikan pemanfaatan PLTS bisa menjadi solusi dalam mengejar rasio elektrifikasi melalui konversi pembangkit diesel ke EBT.

"Barangkali di Jawa Tengah, rasio elektrifikasinya sudah sangat bagus, tapi kalau lihat ke bagian Indonesia timur menjadi fokus utama," kata Dadan.

Sejalan dengan rencana pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga tengah mengembangkan PLTS atap lantaran penggunaannya lebih murah karena tidak membutuhkan lahan baru.

"Karena tidak butuh lahan baru, kita komitmen pengembangan PLTS atap agar bisa panen listrik gratis," kata Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Prasetyo Wibowo pada kesempatan yang sama.

Demi mendukung program tersebut, Pemprov Jawa Tengah telah mengeluarkan surat edaran terkait implementasi PLTS atap pada Maret 2019 untuk terpasang di kantor-kantor pemerintahan.

Kendati begitu, pembangunan PLTS atap di Jawa Tengah sebenarnya dimulai sejak 2017 dengan menggunakan dana APBD berkapasitas 35 kWp. Lalu, pada 2018 di Bappeda Jawa Tengah berkapasitas 30 kWp dan 2019 di Gedung Sekretariat DPRD Jawa Tengah 30 kWp.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa optimistis dalam satu dekade ke depan, perkembangan PLTS di dunia akan semakin pesat.

Hingga saat ini, tercatat sudah ada 627 gigawatt (GW) PLTS terpasang di seluruh dunia, sedangkan sepanjang 2020 ada penambahan 107 GW PLTS di dunia dengan berbagai aplikasi pemasangannya, mulai dari PLTS ground-mounted (di atas tanah), PLTS terapung di waduk atau danau, dan PLTS atap.

"Laporan International Energy Agency tahun lalu menyebutkan bahwa solar is new king. PLTS akan menjadi raja baru menggantikan PLTU batubara. Dalam 4-5 tahun ke depan, PLTS akan tumbuh setiap tahun rata-rata 130-170 GW," ujar Fabby.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021