Jakarta (ANTARA) - Kebijakan Kampus Merdeka telah diluncurkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pada akhir Januari 2020.

Baru beberapa bulan diluncurkan, seluruh dunia menghadapi pandemi COVID-19. Otomatis seluruh aktivitas pembelajaran di perguruan tinggi beralih ke daring atau online. Lalu, bagaimana kampus menjalankan kebijakan Kampus Merdeka tersebut ditengah pandemi?

Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (UHAMKA) Prof Gunawan Suryoputro mengatakan secara umum hampir seluruh perguruan tinggi mengalami kesulitan dengan pembelajaran daring. Secara umum pembelajaran daring belum menjadi budaya secara umum di kampus di Tanah Air dan berdampak pada kualitas perguruan tinggi.

Meski demikian, dia yakin bahwa seluruh perguruan tinggi harus mendekatkan diri dengan pembelajaran daring sebaik mungkin dengan berbagai upaya, metode maupun teknik.

Penyelenggaraan pembelajaran daring yang awalnya dirasa kaku karena belum terbiasa, perlahan menjadi suatu hal yang lumrah. Perguruan tinggi harus cepat beradaptasi dengan kondisi sulit seperti saat ini dan bertransformasi dengan melakukan pembelajaran daring.

Gunawan menyebut hanya mahasiswa fakultas kedokteran yang melakukan pembelajaran secara luring, karena harus melakukan praktik yang sulit dilakukan secara daring. Pembelajaran luring dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Meski pembelajaran bertransformasi menjadi daring, pihaknya memastikan bahwa capaian pembelajaran tidak mengalami perubahan, sehingga tetap menghasilkan lulusan yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan.

Begitu juga dengan kebijakan Kampus Merdeka yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang secara konsisten dijalankan oleh kampus.

Sejak semester lalu, lanjut dia, pihaknya menjalankan kebijakan Kampus Merdeka. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk belajar di luar program studi. Saat mahasiswa masuk semester enam, mahasiswa tersebut diizinkan mengambil mata kuliah di luar program studi. Bahkan, pihaknya juga berupaya memberikan kemerdekaan jika ada mahasiswa ingin mengambil mata kuliah di perguruan tinggi lain jika mata kuliah yang dikehendaki belum dimiliki oleh UHAMKA.

Kampus tersebut juga menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi lain di dalam dan luar negeri. Juga dunia industri untuk memperkuat semangat program Kampus Merdeka.

Kampus UHAMKA menjalin kerja sama dengan Forum Human Capital BUMN melalui program magang bersertifikat juga dengan industri.

Gunawan mengaku tidak mengalami kesulitan dalam menerapkan kebijakan Kampus Merdeka, meskipun dilakukan di tengah pandemi COVID-19. Bahkan, mahasiswanya juga terlibat dalam penanganan COVID-19 dengan menjadi Relawan COVID-19. Kontribusi itu juga mendapatkan penghargaan dari LLDIKTI wilayah III, yakni kategori perguruan tinggi yang menghasilkan inovasi dan produk kesehatan selama Pandemi COVID-19, perguruan tinggi yang berkontribusi dalam kegiatan kerelawanan selama pandemi COVID-19, kategori perguruan tinggi peraih QS world university rangkings dan penghargaan untuk rumah sakit yang telah bekerja sama dengan LLDIKTI Wilayah III dalam kegiatan tes cepat dan swab.

Pada program Kampus Mengajar yang juga bagian dari kebijakan Kampus Merdeka, mahasiswanya merupakan pendaftar terbanyak dalam program yang dirilis pekan lalu itu. Hingga pertengahan Februari 2021, tercatat ada 82 mahasiswa dari program studi pendidikan matematika UHAMKA yang telah mendaftar program tersebut.

Selama pandemi, mahasiswa UHAMKA juga membantu pendidikan anak-anak di Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk itu, kampus tersebut bekerja sama dengan salah satu sekolah dasar di NTT.

Lain kampus ,lain pula mahasiswa. Yudha Pratama, mahasiswa salah satu kampus di Bandung mengaku tidak kesulitan dalam melakukan praktik Kampus Merdeka.

Kemendikbud menawarkan sejumlah pilihan program yang membantunya dalam mengikuti program Kampus Merdeka itu, mulai dari Relawan COVID-19 hingga Kampus Mengajar. Mahasiswa yang mengikuti kegiatan tersebut mendapatkan SKS dan juga insentif.

Dia mengaku ikut dalam kegiatan Relawan COVID-19, bagi komunikasi informasi dan edukasinya. Untuk satu bulan setara dengan tiga hingga empat SKS.

Jika mahasiswa enggan terlibat dalam kegiatan yang diinisiasi pemerintah, kampus juga menfasilitasi magang di industri. Yudha memberi contoh temannya yang melakukan magang di industri dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.​​​​​​​

Yudha sendiri mengaku kegiatan di luar kampus tersebut membuka wawasannya tentang dunia kerja, yang berbeda jauh dengan yang dihadapinya di kampus.
“Sangat, sangat bermanfaat sekali kebijakan ini,” katanya.


Kampus Merdeka

Kampus Merdeka yang merupakan bagian dari Merdeka Belajar, terdapat empat kebijakan. Pertama, dari Kampus Merdeka adalah otonomi bagi perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru.

Otonomi diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan.

Kedua, adalah program reakreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Ke depan, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama lima tahun, namun akan diperbaharui secara otomatis.

Ketiga, adalah kebebasan bagi PTN badan layanan umum (BLU) dan satuan kerja (Satker) untuk menjadi PTN badan hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.

Keempat, memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi satuan kredit semester (SKS). Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS dan mahasiswa juga dapat mengambil SKS pada program studi lain di dalam kampusnya selama satu semester.

Setiap SKS diartikan sebagai “jam kegiatan”, bukan lagi “jam belajar”. Kegiatan yang dilakukan, seperti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Prof Nizam mengatakan kebijakan Kampus Merdeka ikut terlibat dalam penanganan COVID-19 di Tanah Air, seperti sebagai Relawan COVID-19, mahasiswa membangun desa hingga Kampus Mengajar.

Melalui program tersebut, mahasiswa mendapatkan ilmu, pengalaman serta pelatihan dari luar kampus. Terbaru adalah Kampus Mengajar, yang mahasiswa dilibatkan selama 12 minggu untuk membantu pembelajaran siswa SD di daerah terluar, terdepan dan terpencil (3T).

Selain mendapatkan pengalaman dan juga kegiatannya diakui sebagai pengganti SKS, mahasiswa yang terlibat juga mendapatkan insentif dari pemerintah.

“Untuk kampus, kami menyelenggarakan kompetisi Kampus Merdeka. Kompetisi ini merupakan bentuk dari akselerasi Kampus Merdeka, mendorong perguruan tinggi melakukan inovasi pada basis program studi agar terjadi pembelajaran 4.0 atau Kampus Merdeka yang diharapkan,” kata Nizam.

Perguruan tinggi yang bisa ikut kompetisi itu adalah perguruan tinggi akademik, baik universitas, institut, sekolah tinggi binaan Kemendikbud. PTN/PTS tersebut telah melakukan pelaporan data kegiatan belajar-mengajar melalui PDDikti dengan persentase 100 persen untuk TA 2019 semester satu dan dua. Perguruan tinggi yang menang akan mendapatkan dana kompetisi yang dapat digunakan untuk peralatan, tenaga ahli, pengembangan staf, lokakarya, seminar, inovasi pembelajaran, akreditasi, bantuan atau insentif mahasiswa dan pembiayaan komponen lainnya.​​​​​​​

Melalui kebijakan Kampus Merdeka diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berdaya saing, berpikir kreatif dan memiliki kemampuan ganda serta mendorong kampus untuk melakukan transformasi dan inovasi.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021