New York (ANTARA) - Dolar AS melonjak ke level tertinggi tiga bulan pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell gagal mengungkapkan kekhawatiran tentang aksi jual obligasi pemerintah AS baru-baru ini seperti yang diharapkan para pedagang, mengakibatkan imbal hasil obligasi lebih tinggi dan permintaan untuk greenback.

Powell mengesampingkan kekhawatiran bahwa kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS baru-baru ini mungkin menimbulkan masalah bagi The Fed ketika para investor mendorong kenaikan biaya pinjaman yang ingin dipertahankan bank sentral tetap rendah.

Sementara Powell mengatakan kenaikan itu "luar biasa dan menarik perhatian saya," dia tidak menganggapnya sebagai gerakan "tidak teratur", atau yang mendorong suku bunga jangka panjang begitu tinggi sehingga Fed mungkin harus mengintervensi pasar lebih kuat untuk menurunkannya, seperti dengan meningkatkan pembelian obligasi bulanannya yang kini 120 miliar dolar AS.

Baca juga: Dolar menguat, pertumbuhan AS diperkirakan ungguli kawasan lain

Beberapa investor mengharapkan Powell untuk "setidaknya mengakui bahwa ada beberapa kekhawatiran tentang peningkatan imbal hasil, yang tidak dia lakukan," kata Minh Trang, pedagang valas senior di Silicon Valley Bank di Santa Clara, California.

"Secara keseluruhan pesannya tetap sama, yang pada dasarnya mereka akan mempertahankan kebijakan moneter yang lebih longgar sampai ekonomi menunjukkan kekuatan yang konsisten dan kita kembali lebih dekat ke pra-pandemi dalam hal inflasi dan pasar tenaga kerja," kata Trang.

Indeks dolar terakhir naik 0,53 persen menjadi 91,561, setelah mencapai setinggi 91,663, tertinggi sejak 1 Desember. Euro merosot 0,73 persen menjadi 1,1973 dolar AS, terendah sejak 5 Februari.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan naik ke setinggi 1,555 persen tetapi bertahan di bawah level tertinggi satu tahun di 1,614 persen yang dicapai minggu lalu.


Baca juga: Imbal hasil obligasi dan "greenback" menguat, emas jatuh 17,8 dolar

Dolar telah menguat seiring dengan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS karena stimulus fiskal AS yang akan datang menambah bahan bakar untuk ekspektasi inflasi yang lebih tinggi dan peluncuran vaksin COVID-19 meningkatkan optimisme bahwa ekonomi menuju pemulihan.

"AS mengambil posisi kepemimpinan dalam masalah pertumbuhan, dominasi fiskal dan tentu saja vaksinasi," kata Mazen Issa, ahli strategi valas senior di TD Securities di New York.

Data pekerjaan untuk Februari pada Jumat waktu setempat adalah fokus ekonomi utama AS berikutnya.

Franc Swiss dan yen Jepang melanjutkan pelemahan baru-baru ini. Mereka telah terpukul oleh ekspektasi bahwa AS akan memimpin pertumbuhan global, yang oleh beberapa analis disebut sebagai eksepsionalisme AS.

“(Mata uang pendanaan) tradisional seperti euro, yen dan Swiss, terlihat menjadi yang terbelakang dalam lingkungan itu di bawah latar belakang imbal hasil AS yang lebih tinggi,” kata Issa.

Franc melemah sejauh 0,9297, terendah sejak 23 Juli. Yen mencapai 107,93, terlemah sejak 1 Juli.

Mata uang berisiko tinggi, termasuk dolar Australia, sebaliknya, diposisikan berkinerja lebih baik saat pertumbuhan global membaik. Namun, Aussie mengembalikan keuntungan sebelumnya pada Kamis (4/3/2021), karena saham jatuh. Terakhir turun 0,57 persen menjadi 0,7730 dolar AS, dan bertahan di bawah tertinggi tiga tahun di 0,8007 dolar AS yang dicapai minggu lalu.

Di pasar mata uang kripto, bitcoin turun 5,36 persen menjadi 47.691 dolar AS, dan saingannya ether turun 3,21 persen menjadi 1.518 dolar AS.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021