Jakarta (ANTARA) - Profesor Kehormatan Sistem Agri-Food dari Lincoln University Selandia Baru, Profesor Keith Woodford mengatakan bahwa susu sapi A2 atau dalam bahasa ilmiah disebut beta-kasein A2, memiliki banyak manfaat. Mulai dari mendukung imunitas tubuh hingga mengurangi risiko penyakit serius.

Prof Woodford, dalam acara Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) yang bertema “A Closer Look in Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2’s Benefit”, memaparkan bahwa istilah "A2" mengacu pada karakteristik beta-kasein dalam susu.

"Beta-kasein ialah jenis protein yang penting yang terdapat dalam semua susu mamalia. Adanya mutasi genetika sapi membuat munculnya sapi A1 yang menghasilkan susu sapi yang mengandung beta-kasein A1 dan susu sapi A2 yang mengandung beta-kasein A2," kata dia melalui keterangan yang diterima ANTARA, Selasa.

Baca juga: Demi imunitas, pentingnya minum susu saat pandemi

Beta-kasein A1 dicerna secara berbeda dibandingkan dengan beta-kasein A2. Beta-kasein A1 melepaskan fragmen yang disebut sebagai beta-casomorphin-7 (BCM-7).

"Fragmen BCM-7 inilah yang menyebabkan timbulnya masalah kesehatan pada tubuh, diantaranya masalah pencernaan (banyak orang yang beranggapan ini adalah reaksi intoleransi laktosa, padahal itu adalah intoleransi terhadap beta-kasein A1, penyakit jantung, diabetes tipe 1, dan autoimun," imbuhnya.

Beta-casomorphin-7 (BCM-7) yang terkandung dalam susu sapi A1 dapat mengakibatkan efek jangka panjang bagi kesehatan. Organ tubuh manusia memiliki apa yang disebut dengan reseptor mu-opioid (μ-opioid). Apabila BCM-7 masuk ke dalam sistem peredaran darah, BCM-7 kemudian mengalir ke organ tubuh yang memiliki reseptor mu-opioid dan menempel pada reseptor ini yang berakumulasi dalam jangka panjang memiliki efek negatif untuk kesehatan.

Organ yang dapat terpengaruh termasuk jantung, paru-paru, pankreas, ginjal, dan otak. Oleh karena itu, BCM-7 merupakan salah satu faktor pemicu resiko penyakit jantung, diabetes tipe 1, berbagai kondisi pernapasan hingga berpengaruh pada kesehatan psikologis dan mental.

Namun, hal ini juga dipengaruhi oleh genetika individu masing-masing. BCM-7 menyebabkan inflamasi (peradangan), baik di saluran pencernaan maupun di organ dalam.

Ini juga mengarah pada kondisi autoimun dimana tubuh menyerang dirinya sendiri. Kerentanan terhadap penyakit autoimun tertentu dapat dipengaruhi pula oleh faktor genetik, tetapi semakin terbukti bahwa beta-kasein A1 merupakan pemicu penting.

Selain itu, BCM-7 juga dapat menyebabkan peradangan di dalam sistem pencernaan manusia. Senyawa ini juga memperlambat jalannya makanan, sehingga meningkatkan kemungkinan fermentasi laktosa yang menyebabkan kembung, sakit perut, mual dan rasa tidak nyaman pada perut atau biasa dikenal dengan intoleransi laktosa.

"Solusi untuk mengurangi resiko terhadap permasalahan kesehatan ini adalah dengan mengurangi konsumsi susu sapi biasa (A1) 100 persen. Susu sapi A2 yang hanya memiliki kandungan beta-kasein A2 sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh manusia," kata Prof Woodford.

"Saat tubuh mengkonsumsi susu sapi A2 dan mencerna beta-kasein A2 tidak akan terbentuk senyawa BCM-7 sehingga tidak akan menimbulkan efek pada kesehatan manusia, seperti rasa tidak nyaman pada perut ataupun resiko penyakit serius lainnya," tambahnya.

Susu sapi A2 juga memiliki kebaikan untuk kekebalan tubuh manusia karena konsentrat protein yang diproduksi secara alami terbukti meningkatkan glutathione intraseluler yang merupakan pilihan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Melalui rangkaian edukasi pada berbagai pihak atas temuan tersebut diharapkan lebih banyak yang peduli mengembangkan produk dengan 100 persen susu sapi A2 agar masyarakat dunia lebih sehat dan membantu mengurangi tingkat penyakit kronis.

Cara mengenali produk susu sapi A2 adalah dengan memperhatikan kemasan dimana biasanya produsen akan mencantumkan keterangan dibuat dari susu sapi A2.

Baca juga: Tak semua susu sapi baik, baca label sebelum konsumsi

Baca juga: Manfaat susu kambing untuk kesehatan tubuh

Baca juga: Perlukah anak di atas usia dua tahun diberi susu?

 

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021