Kami mengumpulkan data dan bukti yang dibutuhkan agar kami punya dasar yang kuat di pengadilan
Jakarta (ANTARA) - Pengadilan federal Australia di Sydney memenangkan gugatan kelompok (class action) dari 15 ribu petani rumput laut dan nelayan Nusa Tenggara Timur (NTT) atas kasus tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara milik perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP), yang meledak di lepas landas kontinen Australia.

Melalui keterangan tertulis Kemenko Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) di Jakarta, Jumat, Hakim Pengadilan Federal untuk kasus itu David Yates, dalam putusannya menyatakan bahwa PTTEP tidak menyanggah bukti bahwa mereka telah lalai dalam operasinya di ladang minyak Montara dan karenanya menghukum perusahaan tersebut untuk memberi ganti rugi sebesar Rp252 juta (22.500 dolar Australia).

Hakim David Yates menyatakan bahwa tumpahan minyak dari ledakan di anjungan minyak Montara telah menyebabkan kerugian secara material dan menyebabkan kematian serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata pencaharian para petani.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pun menyambut baik putusan tersebut.

Menurut dia, kemenangan itu tak lepas dari upaya pemerintah yang pada Agustus 2018 membentuk satuan tugas khusus untuk menangani kasus Montara. Satgas itu dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Marves, yang kala itu dijabat Purbaya Yudhi Sadewa.

Luhut menuturkan setelah dibentuk, satgas pun langsung bekerja untuk menyatukan pandangan pemerintah dan nelayan di Laut Timor yang menjadi korban tumpahan minyak tersebut.

"Kami mengumpulkan data dan bukti yang dibutuhkan agar kami punya dasar yang kuat di pengadilan. Setelah itu satgas datang berdialog dengan otoritas terkait tentang kasus ini serta mendukung secara maksimal gugatan yang diajukan masyarakat NTT ke pengadilan federal Australia," jelas Luhut.

Ada pun data yang dikumpulkan satgas untuk menjadi dasar tuntutan tersebut adalah data dari citra satelit Lapan, data sampel minyak di Pulau Rote, data kualitas air serta data dari dampak kerugian sosial ekonomi yang ditanggung masyarakat di wilayah Timor Barat.

Satgas juga membantu koordinasi pengiriman ahli-ahli dari lembaga peneliti terkemuka di Indonesia untuk menjadi saksi di sidang pengadilan di Australia.

Kasus itu berawal dari tumpahan minyak yang terjadi pada pada 21 Agustus 2009 saat anjungan minyak di lapangan Montara milik perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP), meledak di lepas landas kontinen Australia.

Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari. Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia. Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi. Sebanyak 13 kabupaten di NTT terkena dampak dari kasus Montara itu.

Sementara itu, merespons putusan pengadilan federal Australia, PTT Exploration and Production, selaku tergugat menyatakan sedang mempertimbangkan untuk naik banding.

Baca juga: Tim advokasi rakyat: Kasus Montara sengaja ditutupi selama 11 tahun
Baca juga: YPTB:11 tahun kasus pencemaran Laut Timor belum ada tindak lanjut
Baca juga: Kemenhub bahas antisipasi dan penanggulangan tumpahan minyak di laut

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021