Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo mendengarkan cerita sektor perikanan Maluku langsung para pelaku usaha.

"Pagi hari ini saya khusus datang ke Ambon itu hanya punya satu keperluan bahwa kita akan membangun Ambon New Port yang kurang lebih di dalam perencanaan nanti ada 700 hektare yang itu terintegrasi antara pelabuhan logistik dan pelabuhan perikanan serta industri perikanan ada di satu lokasi," kata Presiden Joko Widodo di Pelabuhan Yos Sudarso, kota Ambon, Maluku, Kamis.

Dalam dialog tersebut, hadir juga Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur Maluku Murad Ismail serta pejabat terkait lainnya.

Presiden Jokowi menerangkan kota Ambon akan mengembangkan pelabuhan baru dengan konsep pelabuhan terintegrasi yang akan menjadi pusat pertumbuhan industri pengolahan ikan dan konsolidasi kargo dari wilayah Indonesia Timur.

Pengembangan pelabuhan baru tersebut sangat dibutuhkan mengingat pelabuhan khusus perikanan saat ini telah mencapai kapasitas maksimum.

"Tahun ini akan dimulai pembangunannya dan kita harapkan dalam dua tahun akan selesai, untuk itu saya minta nanti pengusaha perikanan bisa segera mendaftar dan ikut masuk ke dalam lokasi ini sehingga kita memiliki keyakinan bahwa ini bisa jalan," ucapnya.

Melihat potensi perikanan di Maluku yang sangat besar, namun belum teroptimalkan dengan baik, Presiden Jokowi memandang bahwa pembangunan sebuah fasilitas yang dibutuhkan para pelaku usaha perikanan setempat untuk dapat memacu produksi perikanan lebih besar lagi memang diperlukan.

Meski demikian, Kepala Negara menekankan agar rencana dan implementasi dari pembangunan pelabuhan baru tersebut lebih dimatangkan agar nantinya dapat menjadi sebuah percontohan bagi pengembangan pelabuhan modern yang terintegrasi dengan industri perikanannya di daerah-daerah lainnya.

"Tadi disampaikan oleh Dirut Pelindo mengenai potensi-potensi perikanan. Ada 800 ribu ton sebelah sini, kemudian sebelah utara ada 1,2 juta ton, kemudian agak di selatannya ada 2,6 juta ton. Saya kira Ambon New Port ini memang harus," tambah Presiden.

Salah satu pelaku usaha bernama Kuntoro Alfred Kusno dari Desa Tulehu menyampaikan sejumlah keluhannya. Dialog itu dilakukan Presiden Jokowi antara lain dengan perwakilan PT Perikanan Nusantara, PT Samudera Indo sejahtera, PT Harta Samudera, PT Aneka Samudera Tahta Bahari, PT Maluku Prima Makmur dan PT Peduli Laut Maluku.

Keluhan pertama Kuntoro adalah tidak adanya laborotorium untuk menguji kandungan logam berat, fishtamin dan COVID-19 di Ambon sehingga pengusaha harus mengirimkan spesimen ke Bali dan membutuhkan biaya mahal serta waktu yang lebih lama.

"Kedua biaya logistik tinggi, saya ekspor cakalang ke Fukuoka, Jepang. Minimum harus order (kontainer) 40 feet dari Surabaya 2 minggu, dikirim kosong ke Ambon dan dari Ambon saya harus 'tracking' lagi dari pabrik ke sini menggunakan mobil 'thermo king', jadi 'double handling' karena infrastruktur di Ambon terlalu kecil jadi tidak bisa ditarik kecuali untuk ukuran 20 feet," ungkap Kuntoro.

Kuntoro yang sudah berkecimpung di industri perikanan sejak 1993 juga mengeluhkan produksi ikan yang turun jauh.

"Sebelum tahun 2000, rata-rata 6.000-8.000 ton per tahun. Tahun kemarin hanya 213,7 metrik ton. Terjadi penurunan, kenapa ? Kapal-kapal penangkap ikan khusus 'pole and line' menurun jauh, dulu ada 450 unit sekarang tidak lebih dari 50," kata Kuntoro.

Penurunan jumlah kapal itu karena penangkapan ikan yang tadinya hanya butuh 1 hari sekarang menjadi 5-7 hari sehingga meningkatkan biaya operasional meningkat sehingga banyak pemilik kapal memutuskan untuk tidak lagi mencari ikan.

"Pemilik kapal ini masyarakat di desa-desa sekitar Pulau Ambon. Saya harap kalau bisa bantu masyarakat, kembalikanlah 450 unit kapal 'pole and line' karena 1 kapal ini sistemnya padat karya yaitu sekitar 25 kru, dikali 400 (perahu) sudah ada 10 ribu tenaga kerja dan orang Ambon sudah terbiasa dengan alat pancing jeni ini. Itu hanya kru laut belum di pabrik," tambah Kuntoro.

Menurut Kuntoro, alasan lain produksi menurun adalah karena jumlah ikan juga semakin menurun mengingat banyak kapal jaring beroperasi di Selatan dan Utara yang memakai rumpon.

Rumpon atau rumah ikan adalah jenis alat bantu penangkapan ikan yang biasanya dipasang di bawah laut, baik perairan dangkal maupun dalam. Biasanya rumpon berbentuk karang buatan yang berasal dari daun pohon kelapa, ranting-ranting pohon, bambu, balok-balok beton, ban bekas atau dari bahan lainnya

Tujuan pemasangan rumpon, adalah untuk menarik sekumpulan ikan yang ada dan berdiam di sekitar rumpon. Setelah terkumpul, ikan-ikan tersebut biasanya akan ditangkap.

"Ikan-ikan besar seperti cakalang tuna biasa bermigrasi dari Utara ke Selatan atau Selatan ke Utara, kapal rumpong banyak di Utara dan Selanta jadi ikan-ikan ini sudah tidak akan masuk ke wilayah pesisir, jadi masyarakat pesisir ini lama-kelamaan akan mati," tambah Kuntoro.

Kapal yang beroperasi di Utara itu menurut Kuntoro berasal dari Bitung sedangkan yang beroperasi di Selatan berasal dari Bali dan Jakarta.

"Kebanyakan mereka tidak masuk ke Ambon Port, mereka langsung kirim keluar, kasihan orang Maluku tidak dapat apa-apa," kata Kuntoro.

Namun Kuntoro juga memuji kecepatan pelayanan dokumen ekspor yang hanya membutuhkan hitungan jam.

"Karena atas bentukan bapak gubernur ada tim Peningkatan Ekspor Maluku bekerja 24 jam, kalau kita ada kesulitan apa saja selalu 'difollow up'. Pernah kepala bea cukai tanya 'Pak ikan sudah sampai di Jepang belum?', Saya bilang belum karena perlu waktu 35 hari, dari Ambon harus tunggu lagi di Surabaya atau Jakarta," ungkap Kuntoro.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021