Jakarta (ANTARA) - Kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden diharapkan lebih konstruktif terhadap Muslim dan Islam.

Hal tersebut disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim dalam seminar daring “Membaca Arah Kebijakan Presiden AS Joe Biden terkait Muslim dan Dunia Islam”, Jumat malam.

“Biden menunjukkan pandangan yang jauh lebih positif dan sikap ramah terutama kepada umat Islam. Muslim di AS sekarang memiliki kesempatan yang luas untuk mengamalkan ajaran Islam dengan baik,” kata Sudarnoto.

Baca juga: Presiden sebut Inggris dan Amerika juga jalankan ekonomi syariah

Sangat kontras dibandingkan pendahulunya, Donald Trump, Biden disebut telah melakukan perubahan fundamental dalam kebijakan AS terkait Muslim dan Islam. AS di bawah kepemimpinan Biden, tak lagi menerapkan kebijakan yang rasis, diskriminatif, dan anti-Islam.

Mengapresiasi pemerintahan Presiden Biden yang disebutnya “telah menciptakan suasana yang lebih sehat bagi umat Islam di Amerika”, Sudarnoto berharap sikap konstruktif yang dibangun oleh Biden terhadap Muslim dan Islam juga tercermin dalam kebijakan luar negerinya, terutama menyangkut konflik Israel-Palestina.

“Kami sangat berharap dan menuntut tidak ada aneksasi dan tindakan brutal apa pun dari otoritas Israel di Palestina. Peran Amerika dalam bekerja sama dengan negara lain, terutama dengan organisasi masyarakat sipil Muslim dan juga dengan komunitas global, sangat penting untuk menghentikan dan mengakhiri penjajahan Israel—dan pada akhirnya dalam mewujudkan perdamaian dunia,” tutur Sudarnoto.

Baca juga: Remaja Muslim AS rindukan kegiatan komunitas selama Ramadhan

Membaiknya kebijakan pemerintah AS terhadap Islam juga diamini oleh akademisi Muslim Azyumardi Azra yang menyatakan bahwa Biden telah memberikan sikap (gesture) yang sangat positif.

Sikap tersebut, antara lain, Biden tunjukkan saat mengucapkan insya Allah pada momentum debat dengan capres petahana Donald Trump, juga saat ia mengutip hadits Nabi Muhammad pada kampanye pencalonannya.

“Presiden Biden dalam kampanyenya berhasil menarik simpati warga Muslim di seluruh dunia dan tak lama setelah pelantikannya sebagai presiden, dia mencabut larangan enam negara Islam untuk berkunjung ke AS,” kata Azyumardi, merujuk pada perintah eksekutif yang sebelumnya diberlakukan Trump untuk melarang masuknya Muslim dari Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman atau dikenal sebagai Muslim ban.

Namun, meskipun berpendapat bahwa rekam jejak Biden dalam pemerintahan menunjukkan sikap bersahabat dengan Islam dan dunia Muslim, Azyumardi juga menyoroti beberapa aspek yang mungkin menghambat Biden dalam menjalankan kebijakan pro Muslim-nya.

Selain mengkritisi hubungan AS yang bermasalah dengan sejumlah negara Timur Tengah, seperti Iran, Turki, dan Israel, tantangan terbesar yang dihadapi Biden adalah pandemi COVID-19.

Dengan tingginya infeksi dan kematian di AS akibat penyakit tersebut, Azyumardi memperkirakan bahwa Biden akan sibuk dengan urusan dalam negeri sebelum dapat mempercepat jalannya kebijakan terhadap Muslim dan Islam.

“Saya pikir Biden harus memfokuskan energinya untuk menangani pandemi karena AS sekarang kewalahan dengan COVID-19. Berbeda dengan (mantan presiden Barack) Obama, Biden tidak dapat mempercepat reformasi kebijakan luar negerinya,” kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021