Jakarta (ANTARA) - PT Hutama Karya (Persero) memperkenalkan inovasi terbarunya yaitu sebuah metode penghitungan dengan alat ukur HK Electricity Index (HK e-Index).

“Dalam mengerjakan proyek-proyek pembangkit listrik besar, Hutama Karya juga memiliki unit riset, yaitu HK Center for Knowledge, Research and Innovation (HK Connection). Maka dari itu, tidak hanya mengerjakan proyek, kami juga menghasilkan beberapa hasil studi dan pemikiran untuk memperkuat elektrifikasi Indonesia ,” ujar Direktur Operasi I Hutama Karya, Novias Nurendra dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Salah satu inovasi yang kami hasilkan berupa alat ukur index kapasitas pembangkit listrik, yaitu HK e-Index.

Menurut Novias, merujuk pada hasil studi banding ke negara-negara maju dan berkembang lainnya, setidaknya saat ini terdapat tiga aspek penting secara umum yang harus diperhatikan untuk mencukupi kebutuhan energi nasional yakni Availibility-Reliability-Affordability.

Baca juga: Anak usaha Hutama Karya targetkan H Residence Sentul tuntas 2022

Selain diperlukan lebih banyak pembangkit listrik bertenaga besar untuk mengakomodir kebutuhan listrik nasional, dibutuhkan pula teknologi transmisi untuk mencukupi konsumsi listrik di negara kepulauan seperti Indonesia.

Konektivitas yang dihasilkan jalan tol didukung dengan pembangkit listrik yang memadai akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian di berbagai daerah di Indonesia, yang diharapkan pastinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Di sinilah Hutama Karya ingin berkontribusi membangun Indonesia Power Super Highway atau jalan tol listrik yang akan mempercepat konektivitas yang diharapkan.Saat ini, rasio elektronifikasi nasional di Indonesia sudah mencapai 99,2 persen, dan ditargetkan dapat mencapai 99,9 persen di akhir tahun 2021.

Namun nyatanya, tingkat rasio ini tidak menjamin kesejahteraan ekonomi karena rasio elektronifikasi 100 persen bukan berarti telah meratanya pasokan listrik di tanah air.

“Jika Indonesia ingin meningkatkan taraf kesejahteraan, di mana Indonesia juga sudah diprediksi akan menjadi 4 negara besar di tahun 2045, maka yang harus kita kejar adalah keterjangkauan dan ketersediaan pembangkit listrik di negeri kita,” kata Novias Nurendra.

HK e-Index dapat menjadi solusi dari tantangan tersebut dengan menjadi alternatif pengukuran target jumlah pembangkit yang masih perlu dibangun di Indonesia dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Penghitungan HK e-Index sendiri diperoleh dengan membagi kapasitas pembangkit di sebuah negara dengan jumlah penduduknya. Melalui penghitungan ini, tim riset Hutama Karya berupaya menjawab jumlah pembangkit listrik yang dibutuhkan Indonesia dalam perkembangannya di periode tahun mendatang.

Baca juga: Hutama Karya operasikan Tol Medan Binjai seksi 1 Tanjung-Mulia

Dari riset yang telah dilakukan oleh tim HK Connection, terlihat HK e-Index dari beberapa negara maju seperti Jerman, Jepang, Singapura dan Korea Selatan berada di kisaran poin 2,2 – 2,6. Sedangkan, negara berkembang dengan sektor energi yang baik seperti Cina dan Malaysia memiliki Index 1,1 – 1,4.

Sementara, HK e-Index Indonesia saat ini masih berada di angka 0,26. Angka yang kecil jika dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki GDP (Gross Domestic Product) di atas USD 10.000 per kapita, sehingga masih terdapat pekerjaan yang sangat besar untuk mengejar ketertinggalan ini.

Alat ukur berupa index yang diusulkan ini menghasilkan data yang dapat menjadi landasan seberapa banyak jumlah pembangkit listrik yang harus dibangun Indonesia untuk mengejar ketertinggalannya.HK e-Index juga bisa menjadi alternatif baru yang digunakan, tidak hanya untuk Indonesia, namun juga bagi negara-negara berkembang lainnya.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021