Jakarta (ANTARA) - Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menyampaikan masih menemukan adanya praktik ilegal dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penempatan anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing.

CEO IOJI Mas Achmad Santosa dalam webinar "Mempertanyakan Komitmen Multi-Pihak dalam Melindungi ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing", Rabu, mengatakan pihaknya telah melakukan penelitian lapangan di tiga lokasi di Indonesia yang menjadi lumbung pekerja migran perikanan Indonesia pada periode November 2020-Januari 2021.

"Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, kami menyimpulkan masih terjadi praktik-praktik ilegal dan pelanggaran HAM dalam proses sebelum, selama dan setelah ABK bekerja," katanya.

Baca juga: Kemenko Marves: China berkomitmen perbaiki aturan soal ABK Indonesia

Santosa menjelaskan, penelitian lapangan di lakukan di Tegal, Pemalang (Jawa Tengah) dan Bitung (Sulawesi Utara). Penelitian lapangan tersebut melibatkan 48 ABK yang memiliki pengalaman beekrja di kapal Taiwan, China, Spanyol, Portugal dan Korea Selatan.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan partisipatorik di mana ABK tidak hanya berperan sebagai objek tapi juga menjadi peneliti yang secara aktif melakukan analisa mendalam hingga mengembangkan solusi atas masalah yang mereka alami.

Santosa mengungkapkan, setidaknya ada lima masalah utama yang ditemukan dari penelitian di lapangan terkait penempatan dan perlindungan ABK di kapal asing yang masih terjadi, yaitu terkait duplikasi kewenangan dalam rekrutmen dan penempatan ABK, perlunya database ABK yang terintegrasi, belum efektifnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM ABK dan pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta soal kesadaran dan pengetahuan terkait hak ABK dan calon ABK yang akan bekerja di kapal ikan asing.

Baca juga: Pemerintah perkuat perlindungan pelaut dan awak kapal perikanan

"UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, salah satunya ABK kapal, juga membutuhkan perangkat aturan pelaksana terutama soal bagaimana menjabarkan bentuk-bentuk perlindungan sebelum, selama dan setelah bekerja maupun perlindungan hukum, ekonomi, maupun perlindungan sosial," katanya.

Santosa mengatakan, masalah-masalah yang dihadapi ABK itu memerlukan keterlibatan multipihak, baik pemerintah, pengusaha hingga masyarakat.

IOJI berharap, penguatan komitmen pemerintah, aparatur penegak hukum, swasta, baik dalam dan luar negeri, asosiasi dan organisi masyarakat sipil untuk bersama mencegah dan memberantas pelanggaran HAM yang dialami para ABK.

"Kita sama, miliki satu tekad yang sama, kita tidak ingin lagi menyaksikan perbudakan modern, perdagangan orang dan eksploitasi dalam rantai pasok perikanan," pungkas Santosa.

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021