Momentum ini perlu terus dijaga, agar kita bukan hanya mampu keluar dari krisis, tetapi juga tumbuh secara lebih baik. Nanti setelah pandemi usai
Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Utama Kedeputian Bidang Ekonomi Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengatakan surplus neraca perdagangan senilai 1,57 miliar dolar AS, menjadi momentum keluar dari krisis.

"Momentum ini perlu terus dijaga, agar kita bukan hanya mampu keluar dari krisis, tetapi juga tumbuh secara lebih baik. Nanti setelah pandemi usai,” ujar Edy dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan surplus neraca dagang tersebut tidak lepas dari transaksi perdagangan luar negeri (ekspor/impor), khususnya sektor industri.

Hal ini menurutnya, terlihat dari peningkatan yang terjadi pada impor barang modal dan bahan baku/penolong yang meningkat hingga 33,7 persen secara year on year (yoy). Hal yang sama terjadi untuk impor bahan baku, mengalami peningkatan secara yoy sebesar 25,82 persen.

Secara implisit, hal itu menunjukkan bahwa sektor industri, sebagai pemakai barang modal dan bahan baku, terus menggeliat dan bangkit di masa pandemi. Edy menyebutkan catatan ini patut disyukuri di tengah kesulitan ekonomi pada masa pandemi.

"Apalagi pada April 2020 lalu, neraca perdagangan kita sempat defisit,” ungkap Edy.

Indikator kinerja industri (Prompt Manufacturing Index) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia juga menunjukkan sinyal pemulihan ekonomi.

Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, PMI Indonesia berada pada level 50,01 atau naik dari 47,29 pada kuartal IV-2020. Dari sini, Edy melihat, sektor industri sudah mulai memasuki zona ekspansi (PMI lebih dari 50). PMI pun diperkirakan terus membaik dan menjadi 55,25 pada kuartal II-2021.

Meskipun demikian, Edy melihat masih ada catatan yang perlu disikapi dengan bekerja keras. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk pertambangan dan produk olahan kelapa sawit.

Hal itu, kata dia, menunjukkan bahwa diversifikasi ekspor masih menjadi tantangan yang mesti dijawab.

Selain itu, negara tujuan ekspor juga masih didominasi oleh negara-negara yang selama ini memang menjadi mitra utama, seperti Tongkok, AS dan Jepang.

“Pengembangan pasar nontradisional masih menjadi tantangan dan memerlukan kerja keras untuk mewujudkannya,” tutur Edy.

Baca juga: BPS: Neraca perdagangan RI surplus 1,57 miliar dolar pada Maret 2021
Baca juga: BPS: impor Maret 2021 tumbuh menggembirakan, capai 16,79 miliar dolar
Baca juga: Mendag puji kinerja neraca perdagangan Februari 2021

 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021