Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia menyarankan pemerintah menerbitkan peraturan mengenai pemanfaatan bantuan sosial guna mencegah dana bantuan digunakan untuk membeli rokok.

Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia Renny Nurhasana mengemukakan bahwa larangan membelanjakan dana bantuan sosial (bansos) untuk rokok akan efektif jika dituangkan ke dalam regulasi resmi seperti Peraturan Menteri Sosial.

"Kami mendukung penuh agar pemerintah menekankan perlunya pengurangan perilaku merokok atau pencantuman persyaratan terkait perilaku merokok di antara penerima bansos ke dalam suatu kebijakan yang tegas," kata Renny dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.

"Reformasi program bansos yang lebih tepat sasaran, terintegrasi, dan bersyarat diharapkan mengurangi risiko bansos untuk konsumsi rokok," ia menambahkan.

Risiko penggunaan dana bantuan sosial untuk belanja rokok antara lain disampaikan dalam makalah penelitian Tim PKJS Universitas Indonesia mengenai pengaruh bantuan sosial pada konsumsi tembakau yang terbit di Tobacco Induced Diseases, jurnal rujukan studi tentang isu rokok yang kelola oleh International Society for the Prevention of Tobacco Induced Diseases.

Menurut hasil analisis Tim PKJS Universitas Indonesia, intensitas konsumsi rokok anggota keluarga yang merokok dalam keluarga penerima dana bantuan sosial lebih besar dibandingkan dalam keluarga yang tidak menerima bantuan sosial terlepas dari status sosial-ekonominya.

Penerima bantuan sosial tunai cenderung meningkatkan konsumsi rokoknya 0,258 batang per hari atau 1,81 batang per minggu, lebih banyak dibandingkan mereka yang bukan penerima bantuan.

Peningkatan intensitas terbesar terjadi pada penerima bantuan bantuan pangan non-tunai, yang konsumsi rokoknya meningkat 0,402 batang per hari (2,8 batang per minggu).

Renny mengatakan bahwa peningkatan konsumsi rokok pada penerima bantuan akan berdampak pada capaian program bantuan sosial tersebut.

Konsumsi rokok anggota keluarga penerima bantuan sosial bisa mempengaruhi alokasi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan esensial keluarga, termasuk kebutuhan pangan, pendidikan, dan kesehatan.

Jika perilaku merokok terus berlanjut atau meningkat, maka upaya pencapaian tujuan program bantuan sosial untuk mengurangi kemiskinan bisa terhambat.

Presiden Joko Widodo dan Menteri Sosial Tri Rismaharini telah melarang penerima bantuan sosial menggunakan dana bantuan sosial untuk membeli rokok. Namun belum ada peraturan yang diberlakukan mengenai hal itu.

Pemerintah menjalankan program-program bantuan sosial untuk membantu keluarga berpenghasilan rendah meningkatkan kesejahteraan.

PKJS Universitas Indonesia menilai efektivitas program bantuan sosial sangat tergantung pada pemanfaatan dana bantuan.

Tanpa pengaturan yang baik, dana bantuan sosial bisa digunakan untuk membeli barang-barang non-esensial seperti rokok.

Renny mengemukakan pentingnya sinergi lintas sektor untuk memastikan bantuan sosial tepat sasaran dan pemanfaatannya.

"Dibutuhkan adanya sinergi lintas sektor dalam penerapan kebijakan pengendalian konsumsi rokok, salah satunya kenaikan harga rokok untuk menjauhkan keterjangkauan pembelian rokok bagi keluarga pra-sejahtera dan penerima bansos," katanya.

Baca juga:
Kajian UI menunjukkan bantuan sosial pengaruhi perilaku merokok
Presiden Jokowi larang dana bantuan sosial digunakan untuk beli rokok

 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2021