mengurangi risiko dan kerentanan
Jakarta (ANTARA) - Indonesia bergabung dengan Koalisi Aksi Adaptasi dalam upaya mendukung dan memperkuat kapasitas dan kapabilitas meningkatkan ketahanan iklim di semua skala dan tingkatan guna mencapai tujuan adaptasi global.

Dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan untuk mencapai tujuan adaptasi global, Indonesia berharap dapat bekerja sama dengan berbagai komunitas global guna memperkuat kapasitas dan kapabilitas dalam meningkatkan ketahanan iklim.

Ia mengatakan perubahan iklim merupakan tantangan besar bagi perekonomian, kehidupan masyarakat dan mata pencaharian Indonesia yang dampaknya terhadap produksi dan distribusi pangan, air dan energi, serta kesehatan lingkungan terlihat.

Oleh karena itu, Indonesia telah menetapkan target adaptasi yang ambisius baik dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang diperbarui dan Strategi Jangka Panjang untuk Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050.

Sebelumnya, Alue pada peluncuran Adaptation Action Coalition on Water Workstream secara virtual pada Selasa (4/5), mengatakan Indonesia memperlakukan upaya adaptasi dan mitigasi krisis iklim sebagai dua tindakan yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat dilihat sebagai alternatif satu sama lain, karena keduanya memiliki peran yang saling melengkapi. Semakin besar upaya mitigasi, semakin sedikit dampak yang harus diadaptasi, dan semakin sedikit risiko yang harus dikelola.

“Sasaran adaptasi kami adalah untuk mengurangi risiko dan kerentanan serta meningkatkan kapasitas dan ketahanan adaptif di semua sektor dan wilayah pembangunan," katanya.

Terkait dengan air, Alue menegaskan bahwa sember daya tersebut merupakan salah satu fokus prioritas Indonesia dalam membangun kapasitas adaptasi dan ketahanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim. Hilangnya sumber daya air akibat terganggunya neraca air berkisar antara 0,33 sampai dengan 0,43 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.

Baca juga: Biden tunjuk Deese untuk perangi perubahan iklim dan krisis ekonomi

Baca juga: Sekjen PBB: Berdamai dengan alam tugas paling penting di abad ke-21


Indonesia, melalui salah satu program utama NDC yaitu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu, mengembangkan pengelolaan DAS yang berketahanan iklim, yaitu pertama, meningkatkan perencanaan pengelolaan DAS yang mempertimbangkan kerentanan, risiko, dan dampak iklim.

Kedua, mengembangkan kebijakan dan instrumen untuk menilai ketahanan DAS, dan ketiga, meningkatkan sinergi lintas sektor dan wilayah melalui penerapan pendekatan hulu dan hilir yang terintegrasi dalam rehabilitasi dan restorasi hutan.

Upaya lain termasuk integrasi pengelolaan DAS ke dalam rencana tata ruang daerah, perbaikan permukiman dan pengelolaan sumber daya air, serta mendorong pembangunan infrastruktur yang tahan iklim. Hal ini menunjukkan pentingnya sinergi di antara kementerian dan lembaga terkait dalam menangani masalah lintas sektor termasuk manajemen pengetahuan dan keterlibatan masyarakat untuk aksi iklim lokal.

Alue memberikan contoh bagaimana Strategi Jangka Panjang Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memasukkan strategi Pengelolaan Air Tanah dan Air Baku Berkelanjutan, Pengembangan Waduk Multiguna dan Modernisasi Irigasi, serta Pengembangan pengelolaan risiko dan pembangunan infrastruktur berketahanan bencana dalam menanggapi perubahan iklim.

Selama tahun 2015 sampai dengan 2019, sejumlah bendungan atau waduk, danau, penampungan air dan bangunan penampungan air lainnya telah dibangun, direhabilitasi, ditingkatkan, atau direvitalisasi. Selain itu, Kementerian Pertanian juga membangun sejumlah infrastruktur konservasi air terkait anomali iklim di 32 provinsi pada 2019.

“Program Kampung Iklim (PROKLIM) yang sekarang diterapkan di lebih kurang 3.000 Desa, dan akan ditingkatkan menjadi 20.000 desa pada tahun 2024, merupakan salah satu contoh partisipasi masyarakat di dalam peningkatan ketahanan air, " katanya sambil merujuk bagaimana Indonesia memberikan contoh nyata capaian aksi di lapangan dan komitmennya untuk selalu menjadi leading by examples.

Peluncuran Adaptation Action Coalition on Water Workstream secara virtual itu diikuti pula oleh Presiden COP26 Alok Sharma, beberapa menteri atau wakil menteri yang berpartisipasi dalam sesi panel seperti Menteri Kehutanan dan Sumber Daya Alam Malawi Nancy Tembo, Menteri Irigasi dan Sumber Daya Air Mesir Mohamed Abdel-Aty, Wakil Menteri untuk Air dan Laut Kosta Rika Haydee Rodriguez-Romero, dan Wakil Menteri untuk Lingkungan dan Hubungan Internasional Belanda Roald Laperre.

Baca juga: Mitigasi krisis iklim akan efektif dengan skema "net zero emission"

Baca juga: Di forum PBB, Anggota DPR: RUU EBT untuk sikapi krisis iklim dunia

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021