Jakarta (ANTARA) - Anak-anak asuh Yayasan Kampus Diakoneia Modern (YKDM) mendapatkan paket bantuan berupa beragam kebutuhan pokok, paket buka puasa bersama, boneka, selimut, buku dan alat tulis sebagai “pelukan lembut yang hangatkan hati” dalam menyambut Idul Fitri di tengah pandemi yang masih berlangsung dalam kegiatan SoKlin Berbagi Kelembutan. 

“Ramadhan yang penuh berkah dan kasih sayang ini adalah momen yang tepat untuk saling berbagi. Melalui kegiatan tahunan SoKlin Berbagi Kelembutan, kali ini kami ingin menyentuh anak-anak jalanan yang kerap menjalani kehidupan yang keras dan tak menentu," kata Joanna Elizabeth Samuel, Marketing Manager Fabric Care PT Sayap Mas Utama (Wings Group) dalam keterangannya.

"Kami sangat bersyukur karena ada ratusan anak yang bisa merasakan kasih sayang dan kepedulian dalam menyambut Lebaran yang akan tiba sebentar lagi berkat kegiatan ini. Semoga pelukan kami ini dapat menjadi cikal bakal harapan kehidupan yang lebih baik bagi mereka,” lanjutnya.

Berdasarkan data Kementerian Sosial per Desember 2020, ada 67.368 anak terlantar di Indonesia.

Baca juga: Tekashi69 sumbang anak terlantar, tapi ditolak lantaran masalah visi

Baca juga: Di Indonesia ternyata ada 4,1 juta anak terlantar


Bekerjasama dengan YKDM yang sudah menjalani misi sosialnya sejak tahun 1972, bentuk kepedulian ini disalurkan kepada anak-anak asuh YKDM yang rentang usianya beragam. Pada awalnya, YKDM dibentuk untuk membantu seluruh kelompok masyarakat yang ada di jalanan, mulai dari anak hingga orang yang mengalami gangguan jiwa, lansia, hingga keluarga sekalipun. Namun, mereka menyadari adanya keterbatasan dalam kemampuan sebagai lembaga kemanusiaan, sehingga YKDM mulai berfokus kepada anak-anak pada awal tahun 2000. YKDM didirikan oleh Bapak Solagratia Satiawibawa Lumy yang mendapat julukan sebagai “Pendeta Gelandangan.”

YKDM secara konsisten melakukan aksi penyelamatan anak dan penguatan komunitas, memberikan pendidikan alternatif, serta mengadakan program pengasuhan partisipasi anak.

“Kami secara rutin turun ke jalanan dan daerah marginal guna melakukan pemetaan dan pendataan bagi anak-anak tuna wisma, marginal dan yang rentan menjadi anak jalanan. Kami juga secara aktif memberikan edukasi terhadap keluarga di daerah tersebut bahwa anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari keluarga. Namun, tak sedikit keluarga yang memilih untuk mempercayakan pengasuhan anaknya kepada kami karena kondisi keluarga mereka yang cukup memprihatinkan, seperti isu ekonomi dan sosial,” ujar Sotar Sinaga, Direktur Eksekutif YKDM.

Febriyanti, seorang gadis yang kini berusia 15 tahun, telah menjalani kehidupannya selama 8 tahun bersama YKDM. Sebelumnya, Febriyanti kerap menghabiskan waktunya dengan mengamen dan memulung, hingga suatu saat ia diamankan oleh pihak berwajib. Momen pilu ini ternyata berubah menjadi titik balik bagi kehidupannya.

“Aku ditawarin Yayasan KDM untuk sekolah, ikut bergabung di sini, jadi enggak perlu tinggal di jalanan lagi,” ucap gadis yang menyukai pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris ini.

“Senang banget bisa tinggal di sini, rasanya kekeluargaan banget, trus bisa sekolah, belajar banyak. Sekarang aku udah tahu yang namanya hidup bersih dan sehat."

“Kita juga ada kelas entrepreneur di sini, jadi kita bikin kue kering untuk dijual nanti."

Namun, gadis yang mempunyai cita-cita sebagai pastry chef atau pemain futsal ini juga menceritakan bahwa ia sangat merindukan sosok ibunya karena kedua orang tuanya telah berpisah selama lebih dari dua tahun.

Hal serupa dirasakan oleh Oji Saputra, lelaki berusia 16 tahun. Oji yang telah lama kehilangan orang tuanya tumbuh besar bersama neneknya sebelum akhirnya bergabung bersama YKDM sekitar 7 tahun lalu.

“Kangen banget sih sama nenek, pengen peluk, terus cerita banyak hal. Dari yang dulunya aku cuma ngamen, badung, males-malesan, sekarang sudah berubah, sudah lebih bertanggung jawab,” ucapnya.

Ucapannya tersebut terbukti dengan ditunjuknya ia sebagai asisten pelatih untuk semua kegiatan olahraga di YKDM. Oji mengatakan bahwa banyak orang yang kini mempercayai dirinya untuk dimintai tolong. 

Baca juga: UNICEF: Hampir 50 juta anak "terusir" di seluruh dunia

Lelaki ini memiliki cita-cita sebagai atlet atau pelatih Taekwondo di masa mendatang. Salah satu alasan yang mengantarkan Oji menekuni Taekwondo ialah kekerasan yang kerap dialami anak jalanan.

“Awalnya aku belajar ini karena pengin jaga diri dari kejahatan. Terus tenyata aku suka,” tutupnya.

Selain itu, hadir Dodi Tanoga, lelaki berusia 16 tahun asal Sumatera. Ia pertama kali berangkat ke Jakarta atas dasar tujuan mencari sumber penghasilan yang lebih layak, namun kerasnya kehidupan memaksanya untuk berjualan es batu di pasar dan hidup di dalam ketidakpastian.

Sejak bergabung dengan YKDM, Tanoga kini telah memiliki semangat juang dan belajar yang lebih besar dengan kondisi kehidupan yang jauh lebih baik pula. Ia mulai menekuni industri pastry dan menjalani hobinya yaitu bermain futsal.

“Aku belum mau pulang kalau belum sukses. Aku selalu berdoa supaya keluargaku di sana selalu dilindungi Tuhan, walaupun sebentar lagi Lebaran. Kangen, tapi aku harus berhasil,” ujarnya.

Semangat yang didapatkan oleh ketiga anak tersebut dan anak-anak lainnya di YKDM dipengaruhi oleh kisah sukses para alumni, salah satunya ialah Jenny Lumalesil. Minat dan ketekunan Jenny serta dorongan positif dari pihak YKDM telah mengantar dirinya ke titik sekarang.

Sejak tahun 2011, Jenny rela bekerja keras sambil menabung hasil jualan paper quilling agar dapat mengikuti kursus dan akhirnya memantapkan diri untuk berkuliah pada tahun 2013 dengan jurusan Desain Produk.

“Sekarang saya bekerja lepas sebagai seorang desainer. Saya juga meluangkan waktu saya untuk kembali mengajar digital desain untuk adik-adik saya di Yayasan KDM. Saya senang karena sekarang ada adik-adik KDM yang juga ikut menekuni dunia digital desain,” pungkas Jenny.

Baca juga: Kemensos bantu urus dokumen kependudukan anak asuh Monica Soraya

Baca juga: Komnas PA apresiasi penyelamatan anak terlantar oleh anggota PPSU

Baca juga: Anak-anak terlantar di Timur Tengah stres karena COVID-19

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021