Pilot project harus dilakukan segera. Kalau tahun ini tidak bisa, paling tidak tahun ini sudah harus bisa menentukan lokasi
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menyiapkan tiga rencana dalam pengembangan migas non konvensional untuk mendukung pencapaian target produksi minyak 1 juta barel dan gas 12 BCFD pada 2030.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan rencana pertama adalah merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2012 agar wilayah kerja (WK) eksisting dapat langsung melakukan eksplorasi maupun eksploitasi tanpa kontrak baru.

"Revisi aturan ini artinya di wilayah kerja yang sama tidak perlu izin baru lagi sehingga sudah bisa melakukan pengusahaan wilayah kerja migas non konvensional. Ini perubahan yang paling mendasar," katanya dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Aturan baru itu diproyeksikan bisa ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif setelah Lebaran atau pertengahan Mei 2021.

Baca juga: Demi target 1 juta barel, pemerintah agresif kejar data hulu migas

Rencana kedua adalah pelaksanaan studi migas non konvensional di seluruh wilayah kerja aktif. SKK Migas diharapkan melakukan inventarisasi wilayah kerja eksplorasi atau eksploitasi.

Studi pada wilayah kerja tersebut untuk menentukan tingkat potensi migas non konvensional. Setelah diketahui potensinya, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dapat langsung melakukan pengeboran produksi.

Rencana ketiga adalah pilot project produksi migas non konvensional di wilayah kerja potensial. Pemerintah menargetkan pilot project migas non konvensional dengan aturan baru bisa dilakukan pada tahun ini.

"Pilot project harus dilakukan segera. Kalau tahun ini tidak bisa, paling tidak tahun ini sudah harus bisa menentukan lokasi pilot project dan pengeborannya," kata Tutuka.


Baca juga: Bidik target produksi 2030, tata kelola hulu migas butuh pembenahan

Dia menjelaskan ada teknologi yang dapat digunakan untuk pilot project ini, yaitu multi-stage fractured horizontal (MSFH).

Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan dana komitmen kerja pasti (KKP) atau cost recovery. Estimasi biaya per sumur sekitar 22 juta dolar AS.

"Penentuan lokasi pilot project harus dikaji betul karena biayanya sangat mahal. Kami berharap pengeboran ini bisa memperoleh data yang berguna. Kami akan pakai sebagai proof of concept," ujar Tutuka.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi migas non konvensional di Indonesia, yaitu CBM sekitar 453,30 TCF dan shale gas 574 TCF.


Baca juga: Capai target 1 juta barel minyak butuh investasi 250 miliar dolar AS

Diketahui, migas non konvensional mulai dikembangkan di Indonesia tahun 2008 melalui penandatanganan wilayah kerja Sekayu. Namun, perkembangannya belum menggembirakan.

Dari 54 kontrak wilayah kerja gas metana batu bara yang ditandatangani mulai 2008-2012, saat ini tersisa 20 wilayah eksisting. Sedangkan enam kontrak migas non konvensional yang ditandatangani 2013-2016 hanya menyisakan empat kontrak migas non konvensional eksisting.

Sementara mulai 2017 hingga saat ini tidak terdapat tanda tangan kontrak wilayah kerja migas non konvensional.

Baca juga: Capai produksi 1 juta barel, RI perlu tingkatkan daya tarik fiskal

Baca juga: Indonesia diharapkan bisa temukan cadangan besar minyak

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021