Forhati menyatakan enam poin sikap terkait tes alih status pegawai KPK itu
Jakarta (ANTARA) - Majelis Nasional Forum Alumni HMI Wati (Forhati) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terbuka dan menjelaskan ke publik terkait tes alih status pegawai KPK.

"Forhati menyatakan enam poin sikap terkait tes alih status pegawai KPK itu," kata Koordinator Presidium Majelis Nasional Forhati Hanifah Husein dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin.

Hanifah menyatakan sikap secara organisasi yakni meminta pimpinan KPK menjelaskan secara terbuka kepada publik, sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi publik, tentang sejumlah pertanyaan terkait wawasan kebangsaan yang ramai dipersoalkan khalayak di media dan dipandang sangat tendensius.

Kemudian, meminta pimpinan KPK untuk secara terbuka menjelaskan dan mengklarifikasi tentang pertanyaan-pertanyaan yang dinilai cenderung bias agama, bias rasisme, diskriminatif dan seksis.

"Pertanyaan itu antara lain tentang hasrat seksual, poligami dan berbagai hal lain yang cenderung berlebihan. Bila hal ini ada dan sungguh terjadi dalam proses teknis tes alih kepegawaian itu, maka Forhati mengecam hal tersebut," ujar Hanifah.

Poin selanjutnya, hendaknya persoalan-persoalan teknis tes alih status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara, tidak menjadi alasan atau alat untuk melemahkan KPK sebagai institusi pemberantasan rasuah (korupsi).

Apalagi, selama 16 tahun para pegawai khususnya penyidik senior KPK telah membuktikan kemauan dan kemampuannya melaksanakan komitmen nyata pemberantasan korupsi sebagai aksi nyata menjaga keselamatan negara dari praktik-praktik kejahatan yang dapat melemahkan negara.

Kemudian, apabila pertanyaan tes yang sangat teknis dan jauh dari substansi upaya penguatan KPK secara kelembagaan, benar terjadi seperti informasi yang berkembang di media, hal tersebut akan menjadi pembenaran atas asumsi yang berkembang di masyarakat selama ini.

Yaitu, Pasal 24 Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang KPK yang menegaskan bahwa status kepegawaian lembaga harus aparatur sipil negara (ASN). Status ini akan mengganggu independensi KPK tidak lagi sebagai lembaga negara, melainkan lembaga pemerintah atau merupakan subordinasi pemerintah.

Hanifah menyatakan Forhati mengingatkan seluruh pimpinan KPK untuk menjunjung tinggi martabat kaum perempuan, sebagaimana menjunjung tinggi ibu, istri, dan anak, dan mampu membuktikan bahwa lembaga ini mempunyai komitmen kuat tentang pemuliaan kaum perempuan secara nyata dan konsekuen.

Forhati meminta pimpinan KPK selalu konsisten dan konsekuen dalam mengemban amanah memimpin lembaga antikorupsi ini, untuk bersiteguh dengan kebenaran dan sungguh mengabdi kepada rakyat dan bangsa.
Baca juga: Anggota DPR sesalkan pertanyaan TWK terkait "lepas jilbab"
Baca juga: IPI nilai tes wawasan kebangsaan KPK sudah sesuai jalur

Pewarta: Fauzi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021