Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai Indonesia harus memiliki tim gabungan terpadu yang khusus menangani konflik di perairan Natuna.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa mengatakan sejumlah persoalan yang muncul di perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menjadi perhatian.

Laut Natuna Utara diperebutkan lantaran memiliki banyak potensi. Kawasan tersebut kata dia memiliki ikan yang melimpah, sumber mineral hingga potensi pariwisata.

Baca juga: Puan yakin buku tentang sosok LaNyalla jadi inspirasi anak muda

"Masalah di Natuna bukan hanya soal pencurian ikan. Berbagai negara berusaha mengklaim kawasan Laut China Selatan yang kaya potensi dan akhirnya merembet hingga kawasan ZEE Indonesia," kata dia.

Hal Inilah menurut LaNyalla yang membuat keadaan memanas. Oleh sebab itu, lanjutnya pemerintah diharapkan menerapkan sistem penanganan penegakan hukum karena tingkat kerawanannya yang tinggi.

LaNyalla menilai konflik Natuna bersumber dari klaim China terhadap sejumlah kawasan di Laut China Selatan. Klaim tersebut menyeret negara-negara lain Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

China mengklaim kawasan Laut China Selatan dengan legitimasi sejarah penguasaan tradisional atau traditional Chinese fishing grounds di masa lampau yang mereka sebut dengan nine dashed line (sembilan garis putus-putus).

"Indonesia awalnya tidak terlibat dalam konflik Laut China Selatan. Tapi, sejak tahun 2010 Tiongkok secara sepihak mengklaim Perairan Natuna Utara masuk dalam teritori mereka, mau tidak mau kita juga harus turun tangan," ucap LaNyalla.

Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu mengatakan, penegasan kedaulatan di kawasan Perairan Natuna memang sudah seharusnya dilakukan. Sebab Kedaulatan NKRI harus dijaga hingga titik penghabisan.

LaNyalla pun memuji langkah-langkah yang dilakukan pemerintah, mulai dari peluncuran peta Negara Kesatuan Republik Indonesia versi baru dengan mengubah nama perairan Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara.

Baca juga: Ketua DPD kecam penyerangan muslim Palestina di Masjidil Aqsa

Hingga, sikap Presiden Joko Widodo yang terjun langsung ke lokasi untuk memberi sinyal kepada China bahwa kedaulatan Indonesia tidak bisa diganggu.

"Berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) 1982 atau Konvensi PBB tentang hukum laut, Perairan Natuna termasuk dalam kawasan ZEE Indonesia. Jadi protes Indonesia karena beberapa kali kapal Tiongkok masuk perairan Natuna, termasuk coast guard mereka, memang sudah tepat," katanya.

Tidak hanya kapal Tiongkok, mantan Ketum PSSI ini juga menyoroti banyaknya kapal ikan Vietnam yang mencuri ikan di perairan Natuna. LaNyalla mengatakan, persoalan ini juga harus menjadi perhatian serius.

"Banyaknya kapal ikan Vietnam yang sering masuk ke wilayah kita juga tidak bisa didiamkan. Memang kita melalui Kementerian Luar Negeri sering mengirimkan nota protes, tapi persoalan pencurian ikan selalu terjadi," kata dia.

Oleh karena itu, LaNyalla menilai pemerintah juga harus menambah kekuatan militer di kawasan Natuna. Kemudian agar berkesinambungan, menurutnya perlu ada tim khusus dalam penanganan permasalahan di Perairan Natuna, supaya kementerian atau instansi tidak berjalan sendiri-sendiri.

"Tim ini bisa gabungan dari Kementerian Luar Negeri, TNI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bakamla sebagai coast guard kita, Polri, termasuk kementerian dan instansi terkait lainnya," kata LaNyalla.

Presiden disebut bisa menunjuk satu kementerian koordinator terkait untuk menjadi pimpinan tim ini.

Tim terpadu diharapkan bisa menyelesaikan berbagai persoalan di Laut Natuna secara komprehensif, selain jalur diplomasi dan pertahanan seperti yang selama ini telah dilakukan.

Baca juga: Ketua DPR dan DPD RI bertemu saling beri dukungan
Baca juga: Puan berikan pesan dalam peluncuran buku LaNyalla

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021