Pandeglang (ANTARA News) - Kamera pengintai (camera trap) yang digunakan untuk menyensus badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), hanya berhasil "menangkap" enam ekor hewan langka tersebut.

"Dari hasil penelitian kita terhadap gambar yang berhasil direkam kamera, hanya enam ekor badak jawa yang terekam," kata Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulong (TNUK) Pandeglang Agus Priambudi di Pandeglang, Rabu.

Agus mengemukakan, dengan hasil itu, maka kegiatan sensus badak yang dilakukan bisa katagorikan tidak berhasil, dan itu karena berbagai hal di antaranya karena tempat penyimpanan kamera kurang tepat dan waktu yang pelaksanaannya terlalu singkat.

Kegiatan sensus dilakukan dua tahapan, yakni 18-23 Mei 2010 pemasangan kamera dan pada 9-12 Juni akan dilakukan pengambilan kamera dilanjutkan penelitian terhadap gambar yang ditangkap oleh kamera itu.

Sensus tersebut melibatkan 70 personel yang berasal dari Balai TNUK, Institut Pertanian Bogor (IPB), WWF, Yayasan Badak Indonesia dan masyarakat setempat.

Untuk mendukung sensus tersebut, menggunakan 60 unit kamera yang dipasang pada kawasan yang selama ini menjadi daerah lintasan badak serta kubangan tempat hewan itu berendam.

"Untuk 2010 kita telah mengusulkan methode blok dalam pemasangan kamera dan waktu yang digunakan untuk kegiatan sensus selama setahun penuh atau 12 bulan," katanya.

Kegiatan sensus badak jawa sudah dilakukan sejak 1962, namun yang menggunakan kamera baru kali ini, sebelumnya memakai sistem schenkel atau track count with strip method (menaksir jumlah populasi dan klasifikasi umur badak berdasarkan perhitungan jejak atau tapak kaki).

Dari hasil sensus yang dilakukan dengan metode schenkel selama 10 tahun, kata dia, didapatkan jumlah badak jawa berkisar 50-60 ekor.

Karena jumlah badak yang tidak mengalami penambahan dalam kurun waktu 10 tahun itu, menimbulkan keraguan terhadap akurasi sensus dengan sistem mencari jejak kaki tersebut.

"Dari berbagai kajian, pendataan jumlah badak dengan sisten schenkel kurang memuaskan, dan ini terjadi karena faktor kesalahan pada manusia yang dinilai kurang ketelitiannya," ujarnya.

Selain itu, kondisi alam juga berpengaruh terhadap tapak kaki badak yang tercetak ditanah. Ketika musim hujak tapak itu akan segera hilang tersiram air sehingga luput dari penelitian.

"Kita yakin kegiatan sensus dengan kamera ini tingkat akurasinya lebih baik, atau bisa mencapai 90 persen, sehingga ke depan data jumlah populasi badak bisa riil, tak lagi hanya perkiraan," ujarnya.
(S031/G001)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010