Jika strategi pentahelix tersebut berhasi maka Indonesia bisa terhindar dari potensi "ledakan" jumlah kasus seperti yang sedang terjadi di India dan negara lain
Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menggunakan strategi kolaborasi "pentahelix" dalam upaya mengantisipasi lonjakan kasus penularan COVID-19 usai tradisi mudik Lebaran.

"Kolaborasi pentahelix artinya, tanggung jawab penanggulangan COVID-19 tidak semata Satgas COVID-19, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, tapi jadi tanggung jawab semua sektor publik masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, swasta semua haru terlibat," kata Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19, Alexander Ginting, dalam acara webinar bertema "Antisipasi Lonjakan Kasus COVID-19 Pasca-Arus Balik" yang disiarkan secara virtual, di Jakarta, Senin.

Tiga hal yang dikerjakan di antaranya, pemerintah melaksanakan tracing, tracking dan treatment (3T) di tingkat posko desa dan kelurahan. Peran masyarakat adalah melaksanakan mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak (3M).

"Masyarakat dan pemerintah juga perlu mensukseskan agenda vaksinasi sebagai perlindungan. Ada yang didukung biaya pemerintah dan pembiayaan dari perusahaan," katanya.

Jika strategi pentahelix tersebut berhasil, kata dia, maka Indonesia bisa terhindar dari potensi "ledakan" jumlah kasus seperti yang sedang terjadi di India dan negara lain.

Dalam tiga bulan terakhir, katanya, angka kasus COVID-19 di Indonesia telah terkendali. Namun permasalahan di Indonesia saat ini adalah aktivitas mudik Lebaran hingga kegiatan silaturahmi Idul Fitri yang berpotensi memicu penularan SARS-CoV-2.

"Kita harus pertahankan kasus aktif dan kesembuhan yang selama ini sudah kita capai. Dua bulan terakhir ini sudah ada perbaikan. Kasus aktif yang semula 176.672 kasus, kini menjadi 88.439 kasus. Angka kesembuhan yang semula 926.980 pasien, kini mencapai 1.616.603 pasien," katanya.

Ia menambahkan angka kematian kasus COVID-19 di Indonesia relatif tinggi, mencapai 2,78 persen di atas rata-rata dunia 2,07 persen. Salah satu penyebabnya adalah faktor penyakit bawaan atau komorbid.

"Yang paling banyak penyakit ginjal, jantung, diabetes melitus, hipertensi, penyakit imun dan obseitas," demikian Alexander Ginting.

Baca juga: Pemda diminta kolaborasi pentahelix tangani COVID-19

Baca juga: Strategi "pentahelix" diperkuat Forum PRB NTB tanggulangi bencana 2021

Baca juga: Kepala BNPB Doni Manardo terima "Medali Emas Pentahelix"

Baca juga: GTPP: Perlu strategi pentahelix menahan laju transmisi lokal

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021