Kabul (ANTARA News/Reuters) - Presiden Afghanistan Hamid Karzai memerintahkan penyelidikan atas pembunuhan brutal terhadap seorang wartawan televisi kenamaan Afghanistan, demikian menurut kantor Karzai, Senin.

Sayed Hamid Noori, penyiar Radio Televisi Afghanistan (RTA) milik pemerintah, ditikam berulang kali di dekat rumahnya pada Minggu larut malam. Motif serangan itu dan pelakunya masih belum diketahui.

Afghanistan tetap menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi wartawan. Sedikitnya 14 orang tewas karena pekerjaan mereka sejak Taliban digulingkan pada 2001, menurut organisasi pengawas media "Reporters Without Borders".

Ketua Perhimpunan Wartawan Independen Afghanistan (AIJA), Rahimullah Samander, mengatakan bahwa pemerintah harus berbuat lebih banyak untuk melindungi wartawan Afghanistan dan asing.

"Kami mengutuk keras tindakan brutal ini dan mendesak pemerintah tidak mengabaikannya seperti kejadian-kejadian di masa silam," katanya.

Pembunuhan Noori itu dilakukan sehari setelah wartawan lepas Jepang yang diculik, Kosuke Tsuneoka, dibebaskan.

Tsuneoka diculik pada pertengahan April, dan para pejabat pemerintah Afghanistan mengatakan bahwa pelakunya adalah Taliban. Gubernur provinsi Kunduz, Mohammad Omar, mengatakan, Minggu, Tsuneoka dibebaskan Sabtu, mungkin sekali setelah pembayaran uang tebusan.

Dua wartawan Prancis juga diculik Desember lalu di wilayah timurlaut. Pada Minggu, Kepala Staf Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengatakan bahwa kedua wartawan itu, Herve Ghesquiere dan Stephane Taponier, masih hidup dan dalam keadaan sehat.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang hampir sembilan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibu kota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Sejumlah serangan Taliban akhir-akhir ini ditujukan pada para calon wakil rakyat dan orang-orang yang terlibat dalam pemilihan umum parlemen.

Prajurit asing yang tewas di Afghanistan akibat serangan Taliban juga semakin banyak.

Jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan tahun ini sudah melampaui 470, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas laman icasualties.org.

Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.

Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.(*)

(Uu.M014/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010