Jakarta (ANTARA) - LSM Indonesia for Global Justice (IGJ) mendorong agar industri farmasi nasional dapat memproduksi vaksin sendiri sehingga ke depannya tidak lagi mengandalkan kepada mekanisme impor.

"Saat ini, kita tidak bisa lagi mengandalkan impor. Hal ini karena, situasi pandemi COVID-19 sangat berbeda, dimana produksi dan pasokan sangat langka. Yang dibutuhkan saat ini adalah mendorong agar industri farmasi nasional bisa memproduksi vaksin dan obat-obatan COVID-19 yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dan global untuk mengakhiri pandemi," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta, Jumat.

Rachmi menilai bahwa aksi janji donasi ratusan juta dosis vaksin oleh negara-negara kaya yang tergabung dalam G7 kepada negara miskin tidak akan menghentikan ketimpangan akses vaksin yang terjadi saat ini di dunia. Hal ini disampaikan dalam merespon janji G7 yang akan menyumbangkan vaksin sebanyak 1 Miliar dosis vaksin kepada negara miskin hingga tahun 2023.

Baca juga: Pemerintah utamakan belanja kesehatan menggunakan produksi nasional

Ia menegaskan bahwa aksi donasi tersebut Hanya akan menimbulkan ketergantungan baru negara berkembang dan miskin atas kontrol produksi dan keuangan negara kaya.

Rachmi berpendapat bahwa permasalahan ketimpangan akses vaksin dan obat-obatan untuk COVID-19 hanya bisa dijawab dengan konsep Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver.

TRIPS Waiver adalah proposal yang diajukan oleh Afrika Selatan dan India dan didukung negara-negara berkembang agar ditetapkan pengabaian dari ketentuan tertentu (paten, rahasia dagang, hak cipta, dan desain industri) dalam perjanjian TRIPS-WTO terkait dengan penanganan, pencegahan, dan pengobatan COVID-19.

Baca juga: Kemristek: 3 perusahaan swasta produksi 1 miliar dosis vaksin COVID-19

Bila proposal itu disetujui diharapkan akan lebih mempercepat proses penanganan pandemi COVID-19, terutama di kawasan negara-negara berkembang.

Saat ini, pembahasan Proposal TRIPS Waiver yang tengah berlangsung di TRIPS Council WTO akan memasuki text based negotiation yang dimulai pada 17 Juni 2021, dan negara pendukung TRIPS Waiver (Co-Sponsor) meminta agar penyelesaian negosiasi dapat dilakukan sebelum tanggal 21Juli 2021 pada saat pelaksanaan rapat Dewan Umum WTO.

“Proses negosiasi harus terus dikawal secara aktif oleh Indonesia, dan memastikan agar hasil kesepakatannya nanti sesuai dengan tujuan dari proposal TRIPS Waiver. Hal Ini tentu akan membuka kesempatan pada industri nasional di negara berkembang dan miskin untuk bisa memproduksinya dan mendistribusikannya secara merata," ujarnya

Rachmi menegaskan bahwa TRIPS Waiver dapat membuka peluang Indonesia memanfaatkannya untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Dengan akses terhadap formula, pengetahuan, dan teknologi, TRIPS Waiver bisa menjadi peluang untuk mendorong penguatan industri farmasi nasional.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021