Bung Karno memiliki kepekaan rasa dan perhatian besar terhadap kuliner daerah di Indonesia
Jakarta (ANTARA) -
Presiden Pertama RI Soekarno (Bung Karno) dinilai memiliki kepedulian dan kepekaan yang besar terhadap ragam makanan Indonesia.
 
"Bung Karno adalah satu-satunya Presiden Indonesia yang memiliki kepekaan rasa dan perhatian yang besar terhadap kuliner daerah di Indonesia," kata pakar kuliner Wiliam Wongso pada Talkshow & Musik “Bung Karno Series” yang digelar Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan, secara virtual, Jumat.
 
Bahkan, lanjut dia, sebelum 1967 (tahun terbitnya buku Mustika Rasa) Bung Karno sudah mulai melakukan diplomasi gastronomi dan melalui kuliner sebagai pemersatu bangsa, dari makanan kita tahu siapa Anda yang berarti makanan menggambarkan citra bangsa.
 
Selama ini, rakyat Indonesia sangat mengenal Bung Karno sebagai tokoh politik dan pergerakan yang tangguh hingga seorang inspirator yang memiliki jiwa seni tinggi.
 
Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa Bung Karno memiliki kepedulian kepada makanan Indonesia.
 
Menurut William, Bung Karno sadar betul terhadap kekayaan makanan daerah, sehingga menggunakan makanan sebagai identitas bangsa dalam berbagai pertemuan internasional seperti saat pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA).
 
Dalam acara tersebut, Bung Karno bahkan ikut memantau secara langsung proses pembuatan makanan oleh juru masak, dan ikut memberikan masukan terhadap makanan yang akan disajikan.
 
Salah satu menu hidangan dalam acara tersebut adalah sate ayam, dan dengan rasa bangga Bung Karno memperkenalkan hidangan khas Nusantara kepada tamu-tamu dari negara lain yang turut hadir dalam konferensi tersebut.
 
"Ibarat kata, diplomasi dibangun tidak hanya melalui panggung, namun juga efektif dilakukan di meja makan, atau disebut sebagai diplomasi gastronomi dengan menyuguhkan makanan khas Nusantara," kata William dalam siaran persnya.
 
Dia menjelaskan, dengan adanya buku Mustika Rasa oleh Bung Karno, maka dapat dilihat kekayaan makanan daerah di Indonesia dimana saat itu Bung Karno menyambangi setiap daerah sembari mencoba langsung makanan khasnya di dapur rumah warga.
 
"Sehingga, bisa dibayangkan Bung Karno seorang Presiden sekaligus proklamator kemerdekaan tidak sungkan untuk jongkok di dapur warga dan menikmati masakan mereka," katanya.
 
Dengan sifat rendah hati ini, kata William lagi, Bung Karno mampu mengingat bahkan mencatat secara rinci bahan yang digunakan untuk menciptakan makanan di setiap daerah hingga memberikan kesan persatuan yang erat, yaitu kedekatan pemimpin dengan rakyatnya di setiap daerah yang dikunjungi.
 
Buku Mustika Rasa oleh Bung Karno ini memiliki tebal hingga 1.123 halaman, sekaligus menjadi buku kuliner paling tebal di Indonesia, dimana saat pembuatannya Bung Karno memberikan kesempatan langsung kepada setiap kepala dan perwakilan daerah hingga siapa pun yang bisa mengontribusikan makanan khas daerahnya untuk berpartisipasi.
 
"Diplomasi gastronomi yang saat ini mulai kembali digaungkan oleh pemerintah sebenarnya sudah sejak lama dilakukan oleh Bung Karno, bahkan saat itu beliau sudah menandai setiap makanan lengkap dengan nama daerahnya saat berkomunikasi, yang sekarang dikenal dengan Geographical Identication. Hal ini tentu saja menandakan bahwa Bung Karno adalah seorang yang sangat visioner dan kepedulian beliau terhadap makanan daerah sudah tidak bisa diragukan lagi," ujar Wiliam.
 
Dalam acara tersebut, Wiliam juga menyayangkan saat ini Indonesia kurang memperhatikan pentingnya pendidikan kuliner yang justru lebih banyak mengacu pada pandangan luar negeri, padahal dengan melihat buku Mustika Rasa ini saja sudah bisa menandakan bahwa Indonesia memiliki kapasitas yang paling baik dalam segi cita rasa makanan.
 
"Perlu diingat bahwa kecintaan makanan daerah oleh Bung Karno ini, juga demi menjalin persatuan dengan berbagai golongan rakyat di Indonesia dan untuk menunjukkan kekayaan bangsa Indonesia kepada seluruh negara lain di dunia," kata Wiliam.
Baca juga: PDIP siap menjadi jembatan komunikasi masyarakat Sumbar dan Jokowi

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021