Jakarta (ANTARA) -
Dosen Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Gajah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim memaparkan jatuhnya kepemimpinan Presiden Pertama RI Soekarno.
 
Gaffar dalam "Talkshow & Musik Bung Karno Series" yang digelar Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDIP secara virtual, di Jakarta, Senin, mengatakan  kejatuhan masa kepemimpinan Bung Karno banyak faktor, baik dari intenal maupun eksternal Indonesia.
 
Menurut dia, membutuhkan waktu dua tahun untuk menjatuhkan kepemimpinan Bung Karno karena kepemimpinan Bung Karno benar-benar mengakar kuat di mata masyarakat Indonesia.

Baca juga: 30 pelukis ramaikan pameran lukisan Bung Karno di Surabaya
 
"Berakhirnya masa kepemimpinan Bung Karno banyak faktor dari internal maupun eksternal Indonesia, dan ini butuh waktu dua tahun," kata Gaffar.
 
Faktor eksternalnya Bung Karno jatuh karena beliau menghalangi proses ambisi internasional dalam menguasai sumber daya alam Indonesia, dimana saat itu Bung Karno menyiapkan para ahli yang belajar teknologi ke luar negeri ketika kembali ke Tanah Air akan membantu mengelola kekayaan alam untuk kemajuan bangsa.
 
Pandanganan Bung Karno adalah bagaimana kekayaan alam ini dikelola anak bangsa dan untuk kepentingan bangsa. Meskipun nantinya akan bekerja sama pengelolaanya dengan pihak luar, tetapi peran sentral harus diisi oleh orang pribumi.
 
"Ada buku yang ditulis oleh George & Audrey Kahin, berdasar datanya ada upaya dari Intelijen Amerika Serikat menjatuhkan Bung Karno, di luar itu Bung Karno juga menyekolahkan para insinyur dan memperkuat teknologi Angkatan Darat," kata Gaffar.

Baca juga: Megawati ingin populerkan "Salam Pancasila" untuk jaga persatuan
 
Pada era post trude saat ini banyak sekali informasi salah satunya bahwa Bung Karno terlibat dalam kasus 1 Oktober 65, padahal ini logika salah.
 
Menurut Gaffar, pertanyaan besar kalau memang terlibat adalah kenapa kepemimpinan Bung Karno juga ikut berakhir dan yang menjadi korban justru loyalis Bung Karno yang dipilih langsung oleh Bung Karno (Jenderal Ahmad Yani).
 
"Banyak versi, sebagian faktanya masih belum tuntas, ini tidak kurang masuk akal yang kena malah loyalis Bung Karno," paparnya.
 
Dia menjelaskan masyarakat bisa menganalisa dengan logika sederhana untuk mencari kebenaran dalam perisitiwa itu, cara paling mudah untuk melihat sebuah kudeta, lihat saja siapa yang diuntungkan pada saat itu.

Baca juga: Megawati resmikan rumah adat dan jalan Bung Karno di Maluku Tengah
 
"Analisa tebak-tebakannya ketika ada kudeta lihat saja siapa yang diuntungkan saat itu," tuturnya.
 
Oleh karena itu, tambah dia, agar pemahaman pemuda saat ini tidak tersesat akan sejarah Indonesia yang benar, maka perlu belajar dari sejarah.
 
Ke depan, lanjut dia, dapat mewarisi api dari semangat Bung Karno dan para pahlawan dengan cara mencoba berpikir visioner jauh ke depan untuk kemajuan masa depan bangsa ini.
 
"Yang terpenting jangan pernah meninggalkan pemahaman tentang sejarah. Sebagai generasi penerus, kita harus mencoba berpikir jauh dan luas demi kebaikan bangsa ini ke depan serta jangan pernah lupakan sejarah," kata Gaffar.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021