Gempa yang terjadi bukan merupakan gempa megathrust, karena tidak bersumber di bidang kontak antar-Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, tetapi hiposenter gempa ini agak dalam memasuki Zona Benioff
Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan gempa bermagnitudo 5,3 yang mengguncang selatan Yogyakarta pada Senin (28/6) pukul 05.15 WIB bukan merupakan gempa megathrust.

"Gempa yang terjadi bukan merupakan gempa megathrust, karena tidak bersumber di bidang kontak antar-Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, tetapi hiposenter gempa ini agak dalam memasuki Zona Benioff," kata Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan zona megathrust adalah zona sumber gempa pada subduksi/penunjaman lempeng landai dan masih dangkal, sedangkan Zona Benioff adalah zona sumber gempa pada slab lempeng yang tersubduksi lebih dalam dan sudah mulai menukik.

Analisis BMKG menunjukkan episenter gempa terletak pada koordinat 8,56 lintang selatan (LS) dan 110,58 bujur timut (BT), tepatnya di laut pada jarak 66 km arah selatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta pada kedalaman 61 km.

Menurut dia, dengan memerhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa selatan Yogyakarta yang magnitudonya diperbarui menjadi 5,1 merupakan jenis gempa menengah akibat adanya deformasi atau patahan dalam Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi ke bawah Pulau Jawa dengan mekanisme sumber pergerakan naik-mendatar (oblique thrust fault).

Dampak gempa berupa guncangan dirasakan di Bantul, Gunungkidul dalam skala intensitas III-IV Modified Mercalli Intensity (MMI), Purworejo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Nganjuk dalam skala intensitas III MMI, Sleman, Yogyakarta dalam skala intensitas II-III MMI, Klaten, Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Malang, dan Solo dalam skala intensitas II MMI.

Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa tidak berpotensi tsunami.

Hingga pukul 05.50 WIB, hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempa bumi susulan (aftershock) di selatan Yogyakarta.

Melihat guncangan (ground motion) yang sangat kuat padahal magnitudo gempanya relatif kecil, dengan spektrum guncangan yang luas, gempa selatan Yogyakarta tersebut tampaknya berpusat di dalam lempeng (intraslab) pada kedalaman menengah, mirip dengan “gempa intraslab” selatan Malang pada 10 April dan 21 Mei 2021, demikian Daryono.

Baca juga: Yogyakarta diguncang gempa 5,3 magnitudo, pasien COVID-19 berhamburan

Baca juga: BMKG dorong audit konstruksi bangunan di DIY antisipasi dampak gempa

Baca juga: Konstruksi Bandara Yogyakarta mampu tahan gempa 8,8 magnitudo

Baca juga: Lempeng Indo-Australia menyusup Eruasia sebabkan gempa di selatan DIY

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021