Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial (KY) RI meminta pemerintah memperjelas status lembaga peradilan dan hukum masuk kategori esensial atau kritikal dalam skema pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat.

"Situasi ini serba sulit karena di satu sisi para hakim harus bertugas untuk menjawab kebutuhan akan kepastian dan keadilan hukum," kata Juru Bicara KY Miko Ginting melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Kemudian, lanjutnya, di sisi lain aspek kesehatan dan keselamatan hakim juga menjadi rentan terpapar COVID-19 sehingga status lembaga peradilan dan hukum harus diperjelas dalam pelaksanaan PPKM Darurat.

Hal itu disampaikan Miko mengingat seiring bertambahnya angka keterpaparan COVID-19 di beberapa institusi pengadilan. KY juga menyatakan empati mendalam kepada aparatur pengadilan terutama hakim yang sedang menjalani pemulihan.

Baca juga: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tutup sementara karena COVID-19

Beberapa skenario mitigasi misalnya penyelenggaraan sidang secara virtual perlu kembali dipertimbangkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2020.

Namun, apabila karena jabatan Majelis Hakim atau adanya permintaan terdakwa, penasehat hukum dan penuntut umum diputuskan seluruh atau beberapa tahapan persidangan dilaksanakan secara tatap muka.

"Komisi Yudisial berharap persidangan dapat dilaksanakan dengan kepatuhan protokol kesehatan ketat," ujarnya.

Terakhir, KY selalu terbuka apabila terdapat masukan dan pertimbangan lain terkait pelaksanaan tugas-tugas hakim dalam masa pandemi COVID-19. Hal ini sesuai dengan salah satu kewenangan KY mengupayakan peningkatan kesejahteraan hakim sebagaimana tercantum dalam pasal 20 ayat 2 Undang-Undang Komisi Yudisial.

Baca juga: PN Jaksel tidak tutup total

Dalam panduan implementasi PPKM Darurat beberapa cakupan pengetatan aktivitas yang diberlakukan adalah kewajiban bekerja dari rumah untuk semua pekerja sektor non-esensial dan kegiatan belajar mengajar juga harus dilakukan secara online atau daring.

Bagi sektor esensial hanya maksimal 50 persen staf yang bekerja di kantor dengan melakukan protokol kesehatan dan 100 persen bagi sektor kritikal.

Sektor esensial meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non-penanganan karantina COVID-19 serta industri orientasi ekspor.

Sementara, sektor kritikal adalah energi, kesehatan, keamanan, logistik, transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar seperti listrik dan air serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

Baca juga: 15 orang positif COVID-19, Pengadilan Negeri Bandung tutup sementara

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021