Jakarta (ANTARA) -
Kantor Staf Presiden (KSP) menggelar rapat terbatas bersama berbagai pihak terkait untuk membentuk Mobile Training Team (MTT) dalam mendukung tenaga kesehatan guna  merawat dan melayani masyarakat yang melakukan isolasi mandiri (isoman).

MTT dilandasi perintah Presiden Joko Widodo kepada TNI-Polri untuk sejak awal terlibat dan mendukung penanganan bencana non alam COVID-19.

TNI memiliki kekuatan tiga matra dan struktur teritorial yang dapat digerakkan secara cepat, termasuk dalam rangka Operasi Militer Selain Perang (OMSP), demikian pula Polri memiliki kekuatan dan struktur kewilayahan yang dapat dikerahkan untuk memberikan dukungan.



“Saya memikirkan masyarakat yang sedang isoman. Pasti mereka ingin pelayanan kesehatan yang konsisten, ada dokter yang datang menjenguk agar tahu perkembangannya, pemerintah juga bisa memastikan yang isoman mengalami perkembangan. Maka konsep itu sudah saya sampaikan ke Presiden,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dalam rapat secara virtual, di Jakarta, Kamis, sebagaimana siaran pers.

Menurut Moeldoko, TNI dan Polri telah memiliki pengalaman dalam MTT, namun perlu adanya pengaturan komposisi dalam tim.

“Karena pasti akan ada dari dokter, psikolog, dan lainnya. Dari mana komposisi itu bisa diisi? Untuk itulah butuh keterlibatan dari TNI, Kemenhan, BNPB, Pusat Kesehatan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian, dan juga jajaran Kementerian Kesehatan,” jelasnya.

Baca juga: KSP giatkan Gerakan Sebar Masker dari Pintu ke Pintu di Bekasi

Plt. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kemenkes Kirana Pritasari mengatakan pihaknya masih terus melakukan monitor dan waspada karena adanya peningkatan kasus COVID-19. Berdasarkan peta zonasi, kata dia, beberapa kabupaten masih ada yang memiliki level sebaran tinggi.

“Kita butuh identifikasi yang lebih jelas, dimana daerah-daerah yang sangat membutuhkan MTT untuk mengawasi masyarakat yang isoman. Positivity rate masih tinggi. Perlu peningkatan test dan tracing. Kontak erat harus dilakukan tracing ke 10 sampai 15. Kita butuh tenaga di lapangan untuk melakukannya,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, ketersediaan tenaga kesehatan di tingkat Puskesmas ada 10.000 lebih. Namun, di beberapa daerah masih ada yang rasio jumlah tenaga kesehatan dengan penduduknya tidak ideal.

“Ada yang sangat besar, dimana 1 orang tenaga kesehatan bisa memantau lebih dari 500 orang, sehingga butuh dukungan. Ada daerah zona merah yang butuh dukungan dari tingkat hulu atau pencegahan, sampai ke isoman. Dengan melibatkan TNI, Polri, Babinsa, Kamtibmas, maka akan sangat berguna untuk mengurangi beban tenaga kesehatan,” jelasnya.

Baca juga: KSP pastikan program pemulihan ekonomi terus berjalan

Plh. Dirjen Bina Adwil Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro melaporkan saat ini pihaknya sedang menerapkan instruksi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level III dan IV untuk Jawa-Bali, dan level II sampai IV di luar Jawa-Bali.

Ia mengungkapkan, ada 140 Kabupaten/Kota berada dalam PPKM level IV, dimana 95 ada di Jawa-Bali dan 45 ada di luar Jawa-Bali. Kemudian ada 309 Kabupaten/Kota melaksanakan PPKM level III, dengan 276 di Luar Jawa-Bali dan 33 di Jawa-Bali. Sementara hanya 65 Kabupaten/Kota yang berada di level II, di luar Jawa-Bali.

“Artinya secara luas kondisi kita justru meningkat levelnya. Walaupun terjadi penurunan di Jawa-Bali, PPKM level III bertambah menjadi sangat banyak saat ini. Makanya harus segera diantisipasi,” jelas Suhajar.

Kepala Unit Kerja Sama Pusat Kesehatan TNI Kolonel Laut (K) dr. Tjahja Nurrobi mengatakan selama ini pihaknya telah melakukan kegiatan pelayanan masyarakat yang isoman. Hal itu antara lain pembagian obat-obatan yang dilaksanakan di level Komando Distrik Militer (Kodim) dan pelatihan tracing.

“Untuk isoman kegiatannya pembagian obat yang dilaksanakan di level Kodim, rencananya akan sampai 2 juta paket obat. Untuk pelaksanaan training untuk isoman kami baru sampai tingkat Babinsa sebagai tracer maupun pemberi obat,” ungkapnya.

Kepala Biro Hukum, Organisasi dan Kerjasama BNPB Zahermann Muabezi mengatakan saat ini yang dibutuhkan dalam membentuk MTT adalah terkait struktur dan operasional. Ia juga menekankan perlunya pendampingan dari tim tenaga kesehatan.

“Harus ada pendamping dari tim kesehatan karena masyarakat perlu obat dan monitoring. Kalau gejala naik menjadi berat, maka harus dibawa ke RS. Banyak kasus yang meninggal karena tidak termonitor perubahannya dari gejala ringan, sedang, ke berat,” jelasnya.

Namun, ia sadar bahwa pembentukan tim baru ini kemungkinan memiliki kendala karena jumlah personil yang terbatas dan telah memiliki tugas utama sendiri. Maka dari itu ia mengusulkan apabila terdapat kendala pembentukan tim baru, maka bisa mengacu Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Ketentuan Pembentukan Pos Komando.

“Saran saya, apabila nantinya pembentukan tim baru ini menemui kendala, kita bisa merujuk ke Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 9 Tahun 2021. Jadi tetap bisa berjalan dengan masuk ke bagian Pos Komando,” jelas Zahermann.

Baca juga: KSP sesalkan tindakan eksesif oknum Pomau pada penyandang disabilitas

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021