Jakarta (ANTARA) - Apa kabar operasi pemberantasan premanisme pelaku pungutan liar (pungli), setelah satu bulan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan seluruh jajarannya di tanah air melakukan operasi pemberantasan, aksi preman pelaku pungli kembali terulang di Jalan Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (21/7).

Aksi tersebut terekam video amatir warga dan tersebar di media sosial, seorang pria berbaju warna hitam naik ke salah satu truk yang sedang antre di tengah kemacetan, lalu mengambil barang miliki sopir kontainer.

Sehari berikutnya, Kamis (22/7) pelaku berhasil ditangkap oleh polisi. Kapolsek Koja Komisaris Polisi Abdul Rasyid megatakan pelaku berjumlah tiga orang, ditangkap di persembunyiannya di wilayah Lagoan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.

Ketiga pelaku pemerasan sopir kontainer tersebut masih berusia muda dan pengangguran, yakni MY (19), D (19 dan AS (24).

Seperti rumput liar, setelah dicabut lalu tumbuh lagi, begitulah aksi premanisme pelaku pungli terjadi di tanah air, mengakar sehingga sulit menghilangkannya di muka bumi.

Jika dihitung-hitung baru juga 1,5 bulan instruksi Kapolri kepada jajaran untuk melakukan operasi pemberantasan premanisme di seluruh wilayah Indonesia.

Instruksinya itu masih segar diingatan, karena mendapat atensi khusus dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menelpon Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, pada Kamis (10/6).

Kala itu Presiden Jokowi tengah mengadakan kunjungan kerja di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kepala Negara mendapat laporan dari para sopir kontainer yang kerap menjadi korban pungli.

Laporan tersebut ditindaklanjuti oleh Presiden Jokowi yang langsung menelpon Kepala Korps Bhayangkara tersebut di hadapan para pengemudi truk kontainer.

"Pak Kapolri, selamat pagi. Ini saya di Tanjung Priok, ada keluhan, banyak keluhan dari para ‘driver’ kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar, pungli, di (Terminal) Fortune, di NPCT One, kemudian di Depo Dwipa, pertama itu," kata Jokowo kala itu.

Jokowi menyebut juga jika pas jalanan macet, para sopir kontainer mengaku dipalak sama preman-preman sehingga meminta kepolisian untuk menyelesaikan masalah ini.

Baca juga: Presiden minta Kapolri tindak premanisme dan pungli di Tanjung Priok

Bertindak
Jenderal bintang empat itu menyatakan siap, dan langsung menindaklanjuti perintah Presiden. Sehari setelahnya, Jumat (11/6) Asisten Operasi Kapolri langsung memberikan instruksi dan arahan kepada jajaran kepolisian di seluruh Indonesia melakukan operasi penindakan premanisme.

Polda Metro Jaya yang pertama melakukan penindakan, pada hari itu, 49 orang diduga melakukan pemerasan dan pungli di wilayah Tanjung Priok dibekuk.
Para kapolda di seluruh daerah diharapan berperan memberantas premanisme karena tidak menutup kemungkinan praktik premanisme kemungkinan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam operasi ini, Korps Bhayangkar juga melakukan tindakan preventif dengan menggandeng Babinsa (TNI) dan Bhabinkamtibmas (Polri), menggerakkan polres dan polsek untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, namun jika edukasi tidak bisa dilakukan, maka upaya represif (penindakan) dilakukan kepada pelaku premanisme.

Kapolri menegaskan akan memberikan teguran kepada Kapolda, Kapolres yang belum melakukan penindakan terhadap aksi premanisme di wilayah masing-masing.

Baca juga: Kapolri akan tegur kapolda dan kapolres yang tidak atasi premanisme

Penegakan hukum
Hingga akhir Juni 2021, Polri mencatat ada 9.875 perkara premanisme dan pungli yang ditangani kepolisian di sejumlah wilayah Indonesia, dengan jumlah tersangka sebanyak 26.261 orang.

Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Kombes Pol Rizal Irawan dalam diskusi Polri Presisi bertajuk Berantas Premanisme dan Pungli' yang disiarkan TVRI, Selasa (6/7) lalu, merincikan 26.361 tersangka tersebut terdiri atas 19.759 tersangka premanisme dan 6.602 tersangka pungli.

Adapun penegakan hukum yang dilakukan terhadap para tersangka premanisme dan pungli ini, kata Rizal, ada yang proses hukum sampai ke pengadilan dan ada juga yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

Tercatat sebanyak 4.810 tersangka ditindaklanjuti sampai dengan sidang ke pengadilan, sedangkan upaya restorative justice atau pembinaan yang dilakukan kurang lebih 21.551 orang.

Mereka yang dikenakan penegakan hukum dijerat dengan Pasal 368 dan pasal 369 KUHP. Sedangkan untuk penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif, dilihat dari kadar keterlibatan atau perannya dalam praktek pungli dan premanisme tersebut.

Cara bertindak kepolisian ini sesuai dengan Surat Edaran Asisten Ops Polri Surat Telegram Nomor 463/VI/KEP./2021 yang menyangkut tiga kegiatan baik itu pre-emtif, preventif maupun represif, sedangkan Surat Telegram Kabareskrim Polri Nomor 118/VI/KEP./2021 menitik beratkan pada penegakan hukum.

Baca juga: Lima instruksi Kapolri berantas premanisme di pelabuhan

Konsistensi penegakan hukum
Premanisme dan pelaku pungli sudah menjadi fenomena, lantas apa yang menyebabkan praktik-praktik ini terus ada, apakah kondisi pandemi COVID-19 yang menghandang sektor ekonomi, membuat masyarakat memilih jalan singkat untuk mendapatkan penghasilan dengan melakukan pekerjaan yang ilegal.

Operasi pemberantasan premanisme pelaku pungli pun bukan baru-baru ini, bahkan sudah menjadi operasi rutin jajaran kepolisian selama ini. Tahun 2019 juga pernah dilakukan operasi pemberantasan premanisme di Tanjung Priok.

Bahkan untuk memberantas praktek pungli, Presiden Jokowi telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) pada 26 Oktober 2016 lalu dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli.

Semangat pemberantasan pungli bukanlah terletak pada jumlah kerugian yang ditimbulkan, namun lebih kepada akar budaya yang hendak dihilangkan, karena pungli atau pungutan tidak resmi ini melemahkan daya saing nasional.

Keberadaan premanisme mengganggu ketertiban sosial. Tahun 1983-1985 operasi pemberantasan kejahatan (OPK) dilakukan oleh Garnisun Yogyakarta/Kodim, untuk memberantas premanisme yang muncul dan meresahkan masyarakat Yogyakarta.

Banyak faktor yang mempengaruhi premanisme kala itu, selain masalah sosial, juga permasalahan ekonomi. Dampak positif OPK ini angka premanisme menurun, dampak negatifnya para preman sulit mendapatkan pekerjaan.

Pengamat Sosial dan Pakar Komunikasi dari Universitas Indonesia, Dr Devie Rahmawati menyebutkan catatan sejarah yang ditulis lima sejarawan, yakni Eduard Douwer Dekker, Ong Hok Ham, Soegeng Reksodihardjo, Sri Margana dan Miftakhuddin, kelimanya menceritakan tentang sejarah pada intinya dari penjelasan para tokoh ini kemudian terungkap bagaimana praktik penyelewengan di masa lalu.

Praktik pungli bukanlah hal baru, sudah ada sejak abad ke 13 atau pada masa kerajaan tradisional. Ada dua persoalan menyebabkan pungli itu ada di masa lalu, yakni persoalan struktural dan kultural.

Secara struktural, pada masa itu tidak ada penggajian yang formal, sehingga para pejabat mencari sendiri gajinya. Oleh karena itu muncul praktik minta pungutan kepada masyarakat. Praktik ini diformalkan dengan istilah cukai denda dan sebagainya.

Sedangkan secara kultural atau budaya, praktik pungutan muncul bila ingin mendapatkan pujian atau penghormatan, maka pejabat sekelas menteri memberikan hadiah-hadiah yang besar kepada raja, semakin besar hadiah maka perlu modal yang besar pula.

"Budaya untuk mendapatkan pengaruh dari atas dengan cara tidak tepat ini terus berlangsung. Menariknya dari praktik ini, VOC yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia saat itu, akhirnya bangkrut karena orang-orang yang menjadi pelaksana perusahaan itu melakukan pungli yang tak lain praktiknya korupsi," kata Devie.

Kriminolog Universitas Indonesia Prof Muhammad Mustofa menekankan, premanisme atau pelaku pungli sebagai bagian integral dari masyarakat modern, tidak bisa dikaitkan secara langsung dengan tingkat kesejahteraan.

Premanisme dianggap sebagai pekerja tidak illegal dalam bahasa kriminolog. Dalam prakteknya, perlu diwaspadai organisasi preman yang berkedok jasa pengamanan. Menciptakan gangguan ketertiban umum untuk mendapatkan penghasilan.

Prof Mustofa mengingatkan, premanisme dan pungli tidak mungkin akan hilang, tetapi berfluktuatif. Begitu banyak penindakan akan berkurang, tetapi jika penindakan kepolisian kurang intensif karena ada prioritas yang lain, maka premanisme dan pungli akan muncul lagi, bahkan jika diabaikan dalam waktu yang lama, akan semakain luas penguasaan wilayahnya.

"Premanisme ini yang selalu fluktuatif, karena kejahatan itukan dinamis, satu muncul, satu hilang, satu ditindak satu muncul, karena tidak mungkin semua ditangani," ujar Mustofa.

Baca juga: Anggota DPR minta Kapolri berantas semua premanisme di Indonesia

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021