Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan berbagai upaya harus dilakukan bersama oleh para pemangku kepentingan dan segenap lapisan masyarakat dalam meningkatkan pemahaman warga tentang kesetaraan gender.

"Apalagi pemahaman kesetaraan gender di masyarakat Indonesia terbilang rendah. Itu diindikasikan dengan berlarut-larut-nya proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), salah satu soal yang dipertentangkan adalah permasalahan gender," kata Lestari Moerdijat atau Rerie dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Hal itu dikatakan Lestari saat membuka diskusi daring bertema "Kesetaraan Gender Sebagai Bagian dari Cita-Cita Pembangunan Berkelanjutan" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.

Dia menilai pemahaman masyarakat terkait kesetaraan gender sangat mempengaruhi sikap sejumlah pihak terhadap RUU PKS. Menurut dia, upaya peningkatan pemahaman kesetaraan gender dapat diwujudkan melalui pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

"Tujuan pembangunan berkelanjutan harus dilihat secara holistik, sehingga sejumlah target, termasuk kesetaraan gender, dapat segera dicapai," ujarnya.

Baca juga: PBB: Pengecualian wanita dalam keputusan ancam pemulihan pasca-COVID

Baca juga: Kisah belajar kesetaraan gender dari Desa Penglipuran, Bali


Rerie berharap negara berkomitmen kuat dalam mewujudkan peningkatan pemahaman masyarakat terkait kesetaraan gender yang merupakan bagian dari SDGs.

Menurut dia, SDGs adalah sebuah peta jalan bangsa-bangsa di dunia untuk meningkatkan kesejahteraan negara-negara di dunia, dan Indonesia adalah salah satu negara yang berkomitmen untuk menjalankannya.

Dia mengajak, semua pihak tanpa melihat sekat partai politik, golongan dan agama, untuk bahu membahu melalui gerakan peningkatan pemahaman kesetaraan gender di masyarakat dan mendorong segera lahir UU PKS untuk melindungi bangsa dari ancaman kekerasan seksual yang terus meningkat di Indonesia.

Dalam diskusi tersebut, pakar hukum pidana Universitas Pattimura, Ambon, Elsa R.M Toule menjelaskan, mekanisme perlindungan terhadap kekerasan seksual bisa diberikan dalam berbagai upaya yaitu preemtif, preventif dan represif.

"Upaya preemtif bertujuan untuk meminimalkan faktor kriminogen, terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan misalnya didorong oleh faktor penyebab yaitu sosio-budaya yang belum memahami kesetaraan gender, penegakan hukum yang belum memadai," tutur-nya.

Selain itu menurut dia, faktor pemicu-nya adalah kemiskinan, pengangguran, tayangan di media massa dan faktor pelestari kekerasan seksual terhadap perempuan adalah ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.

Dia menjelaskan upaya preventif adalah bisa melalui aturan perundangan-undangan untuk melindungi warga negara dari ancaman kekerasan seksual, dan upaya represif lewat hukuman pidana.

Baca juga: Kaum perempuan perlu lebih berkontribusi dalam industri manufaktur

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021