Tapi kalo kita ambil yuan China, itu lebih kuat hubungannya dengan pergerakan dari nilai tukar rupiah dan beberapa selected macro indicators lainnya
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal menilai jarak antara naik dan turunnya harga saham serta volatilitas yuan China lebih rendah dibandingkan dolar AS.

“Chinese yuan resiko volatilitasnya cukup kecil. Karena penggunaan dolar AS cukup masif di tingkat global, menghadirkan variasi resiko yang cukup besar, sehingga dolar AS itu kecenderungannya volatile terhadap mata uang regional,” ujar Fithra dalam diskusi daring BPPP Kemendag, Kamis.

Kalaupun volatilitas yuan  terjadi, kata dia, tidak akan dialami dalam jangka pendek. Volatilitas yuan yang lebih rendah tersebut menjadi salah satu faktor pendorong penerapan mata uang lokal atau Local Current Settlement (LCS) Indonesia-China.

Selain itu faktor varies composition juga menjadi penentu LCS Indonesia-China. Ia menyebut variasi dolar AS tidak terlalu mengusik pergerakan nilai tukar rupiah, seperti, seperti inflasi dolar AS yang saat ini tertinggi sejak 2008, tidak tertangkap oleh rupiah.

“Variasi rupiah dan IHSG lebih banyak ditentukan variasi regional dan domestik. Tapi kalo kita ambil yuan China, itu lebih kuat hubungannya dengan pergerakan dari nilai tukar rupiah dan beberapa selected macro indicators lainnya,” ujar Fithra.

Baca juga: Apindo yakin penggunaan LCS dengan China untungkan pelaku usaha

Fithra yang juga dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia berpendapat bahwa kerja sama LCS Indonesia-China akan membawa keuntungan besar untuk kedua negara karena intensitas perdagangan ke depan akan mengarah ke ASEAN.

Meski ada beberapa resiko, ia menilai benefit dari LCS Indonesia-China lebih besar dibandingkan cost yang harus dikeluarkan, karena porsi pasar perdagangan baik impor dan ekspor antar kedua negara lebih besar dibandingkan dengan Amerika.

“Ini kan kita memangkas ongkos transaksi tidak usah mutar-mutar terlalu jauh, orang kita dagang dengan China kenapa pakai dolar AS. Jadi dalam konteks bilateral trade atau bahkan kita bicara regional trade, ini akan jauh lebih sahih apabila kita menggunakan LCS ini,” jelasnya.

Adapun pada Oktober 2020, Bank Indonesia dengan Bank Sentral China atau People’s Bank of China (PBOC) telah menekan nota kesepahaman terkait kerja sama LCS. Kemudian pada awal Agustus ini, mengumumkan bahwa seluruh persyaratan maupun teknis operasional transaksi LCS dengan China sudah rampung.

Baca juga: Volume perdagangan RI - China jadi alasan penggunaan mata uang lokal

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021