Jakarta (ANTARA News) - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mempertanyakan pencantuman jaringan organisasi non pemerintah tersebut dalam sebuah laporan yang dibuat oleh LSM Internasional Greenpeace yang berjudul "Coal Kills" (berisi dampak penggunaan batubara).

Jatam merasa tidak pernah ikut terlibat dan tidak dilibatkan sejak proses perencanaan sampai penyelesaian laporan tersebut, demikian surat terbuka Jatam yang diterima di Senin.

Jatam juga merasa tidak mengundang wartawan turut mengundang wartawan dalam acara peluncuran laporan tersebut pada 3 November 2010.

Manajer Kampanye Jatam, Beggy, membenarkan surat terbuka tersebut. Beggy mengatakan surat terbuka tersebut merupakan upaya untuk meminta konfirmasi kepada Greenpeace mengenai pemakaian nama Jatam.

Mengenai pandangan penggunaan batubara, Beggy hanya mengatakan bahwa organisasinya selalu menyarankan agar menggunakan sumber yang lebih ramah lingkungan.

Dalam laporan Greenpeace disebutkan batubara, baik pertambangan maupun penggunaannya sebagai bahan bakar, merupakan ancaman terbesar bagi iklim sebab 60 persen emisi gas rumah kaca dunia berasal dari bahan tambang itu.

Sebelumnya Lalu Mara, juru bicara Aburizal Bakrie, pemilik pertambangan batubara Kaltim Prima Coal (KPC) mengatakan, desakan agar pemerintah menghentikan ketergantungannya terhadap penggunaan batubara sebagai sumber energi adalah tidak rasional karena Indonesia masih sangat membutuhkannya.

"Batubara merupakan salah satu sumber devisa negara yang besar. Selain itu, sangat banyak masyarakat yang kehidupannya tergantung dari hasil batubara," katanya.

"Di sana ada jutaan orang yang kehidupannya sangat tergantung dari batubara," katanya lagi.(*)
(U002/R009)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010