Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan mengingatkan agar kebijakan yang ada seperti dalam bidang perdagangan diharapkan dapat mengantisipasi tingkat konsumsi beras nasional yang terus meningkat.

"Pelonggaran hambatan perdagangan beras perlu dilakukan untuk memenuhi konsumsi beras nasional yang terus meningkat," kata Indra Setiawan dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.

Ia memaparkan, konsumsi beras nasional per kapita pada 2017 adalah sebesar 97,6 kilogram dan diperkirakan meningkat 1,5 persen per tahun menjadi 99,08 kilogram per kapita pada tahun 2025. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan laju pertambahan penduduk.

Baca juga: Stok beras capai 7 juta ton, Mentan Syahrul apresiasi kinerja petani

Dengan demikian, lanjutnya, perlu dipastikan ketersediaan dan keterjangkauan beras sangat penting untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertambah.

Menurut dia, saat ini, produktivitas beras dalam negeri tidak cukup tinggi untuk menjaga harga stabil dalam menghadapi permintaan Indonesia yang terus meningkat.

"Mengurangi hambatan perdagangan akan menjadi salah satu solusi untuk mengurangi harga di saat kebutuhan dalam negeri tidak mencukupi, karena beras dari luar negeri lebih murah dan akan membuka persaingan sehat," jelas Indra.

Ia juga berpendapat bahwa tingginya harga beras diperburuk oleh tarif impor dan pembatasan kuantitatif yang dikenakan pada beras di mana tarif Rp450/kg diberlakukan untuk semua jenis beras impor.

Baca juga: Hingga 2024 Kementan targetkan konsumsi beras turun 7 persen/tahun

Selain itu, ujar dia, UU Pangan Nomor 18/2012 memprioritaskan pengembangan produksi tanaman pangan domestik. Undang-undang tersebut menekankan pada larangan impor jika produksi dalam negeri cukup untuk memenuhi permintaan.

Peraturan ini dimaksudkan untuk melindungi produsen dalam negeri dari pasar internasional dan untuk mencegah mereka menerima harga rendah untuk tanaman mereka.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menargetkan awal tahun 2022 perseroannya hanya akan memproduksi beras berkualitas premium sebagai hasil dari pembangunan modern rice milling plant di 13 wilayah sentra produksi beras Indonesia.

"Mudah-mudahan awal 2022 kita sudah memiliki modern rice milling plant di 13 wilayah yang memproduksi beras. Ini bukti komtimen kita untuk menjaga ketahanan pangan dan kondisi beras. Ini dalam proses penyelesaian infrastrukturnya," kata Budi Waseso di Jakarta, Kamis (12/8).

Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas tersebut menjelaskan modern rice milling plant yang sedang dibangun berfungsi untuk mengubah gabah yang dibeli langsung dari petani kemudian dihasilkan menjadi beras berkualitas premium.

Bulog akan membeli gabah dari hasil panen petani untuk stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP), selanjutnya proses pengeringan hingga penggilingan akan dilakukan sendiri oleh Bulog. Jadi Bulog tidak perlu lagi membeli dari petani dalam bentuk beras sehingga meringankan beban biaya petani yang berasal dari proses penjemuran atau penggilingan.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021