Jakarta (ANTARA) - Nadya Arina, Refal Hady dan Giorgino Abraham yang berperan dalam film "A Perfect Fit" berbagi cerita mengenai hal menarik dalam film, cara mendalami karakter hingga rasanya bermain di film yang naskahnya ditulis Garin Nugroho.

Begitu mengetahui naskah film "A Perfect Fit" ditulis sineas kenamaan Garin Nugroho, aktris Nadya Arina sangat bersemangat terlibat dalam film tersebut. Dia berperan sebagai Saski, fashion blogger cerdas dari Bali yang menghargai tradisi dan memikul tanggung jawab keluarga yang besar.

Baca juga: Daya tarik "A Perfect Fit", karya Garin Nugroho & Hadrah Daeng Ratu

Menurut aktris yang sudah bermain dalam "Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi", film terbarunya ini punya cerita menarik karena kisah asmaranya terasa dekat, juga dibalut keindahan dan budaya Indonesia.

"Saya terpesona oleh kostum, bahasa, dan tentu saja, pemandangan Bali yang indah. Saya juga senang bisa belajar hal baru tentang Indonesia, khususnya Bali, dari membaca naskahnya," kata Nadya, dikutip dari siaran resmi, Minggu.

Nadya sempat merasa tertekan karena dirinya bukan orang Bali, tapi harus menghidupkan sosok wanita Bali dengan pengaruh budaya yang begitu kuat di kehidupannya. Sebetulnya dia tidak diharuskan bicara dengan aksen Bali, tapi dia memutuskan untuk melakukannya. Sebab, Nadya merasa perempuan seperti Saski tidak mungkin bicara dengan gaya Nadya. Ayu Laksmi yang berperan sebagai ibunya di film menjadi mentor dalam latihan dialek.

"Saya juga menghubungi beberapa teman Bali saya agar dapat lebih menghayati cara hidup, budaya, dan percakapan orang Bali," kata Nadya.

Melalui karakter Saski, dia belajar bahwa ada nilai-nilai budaya kuat yang harus kita junjung sebagai orang Indonesia. Juga ajaran untuk menuruti keinginan orangtua, termasuk soal pernikahan.

"Dua hal ini - nilai budaya dan keinginan orang tua - terkadang berbenturan dengan apa yang sebenarnya hati kita inginkan. Hal ini pun menempatkan wanita, khususnya, dalam situasi yang membingungkan. Meski begitu, kita tetap harus mencoba menentukan nasib kita sendiri, seperti yang dilakukan Saski di film ini."

Nadya beradu akting dengan Refal Hady yang berperan sebagai Rio, pembuat sepatu yang menawan dan mencintai pekerjaannya. Mandiri dan berjiwa petualang, namun penyayang dan penuh empati, Rio membawa perspektif baru ke dalam hidup Saski. Dia mendorong Saski untuk mengikuti kata hati dan mengutamakan kebahagiaannya. Layaknya Saski, Rio mencoba yang terbaik untuk membanggakan orang tuanya, terutama mendiang ayahnya yang mewariskan bisnis sepatu kepadanya.

Baca juga: "A Perfect Fit", kolaborasi Hadrah Daeng Ratu dan Garin Nugroho

Aktor yang sudah tampil di film "Galih dan Ratna", "Dilan 1990" dan "Antologi Rasa" itu menuturkan kisah lucu saat pertama kali membaca naskah "A Perfect Fit".

"Saya pikir film ini berlatar di zaman dahulu karena dialognya cukup formal, namun ternyata karena memang latarnya di Bali," tutur dia.

Setelah kesalahpahamannya diluruskan, baru Refal bisa memahami naskah. Dia suka dengan cerita dan karakter Rio. Lewat naskah, dia sudah bisa merasakan nuansa komedi romantis dan budaya lokal yang kenal. Karakter yang menarik dan dinamika hubungan yang unik menjadi daya tarik film ini, kata Refal.

Dia menggambarkan Rio sebagai tokoh yang menarik tapi menantang untuk diperankan.

"Dia tahu apa yang diinginkan dalam hidup dan cara mengejarnya tanpa terlalu memaksakan. Meskipun sebagian orang mungkin menganggapnya perayu, sebetulnya ia hanya seseorang yang sudah melalui banyak hal berat di hidupnya dan memilih untuk menyampaikan perasaannya terang-terangan," kata Refal.

Dia berusaha menggambarkan hubungan antara Rio dan Saski secara tidak berlebihan, sebagai cinta yang lebih dewasa. Dia ingin penonton melihat dua sejoli itu sebagai pasangan yang ditakdirkan satu sama lain tanpa terkesan dipaksakan.

Refal menuturkan persiapan untuk menyelami karakter sebagai pemilik toko sepatu. Dia terjun lebih dalam ke dunia pembuatan sepatu agar betul-betul memahami Rio.

"Saya mengikuti workshop pembuatan sepatu di Jakarta selama tiga hari dan mempelajari bagaimana cara membuat sepatu dari awal hingga akhir. Menurut saya prosesnya sangat menarik."

Baca juga: Garin Nugroho sebut keberagaman festival film hidupkan produktivitas

Bagian yang menantang dari Rio adalah pengaruh budaya yang kuat.

"Kami berusaha sebaik mungkin untuk menghormatinya dan tidak menggambarkannya dengan cara yang salah atau menyinggung. Ini adalah proses yang cukup rumit dan saya menikmati mempelajari banyak hal baru tentang tradisi Bali."

"A Perfect Fit" juga dibintangi oleh Giorgino Abraham sebagai Deni si bangsawan Bali yang ingin menikah dengan Saski karena alasan egois tapi logis. Dia adalah sosok yang kontras dari Rio. Jika Rio adalah sosok yang sabar dan rendah hati, Deni adalah sosok yang lebih mendominasi, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan Saski. Namun di balik itu semua, ada begitu banyak kegelisahan yang ia coba sembunyikan.

Dia mendeskripsikan Deni sebagai pria dominan dan posesif, tapi sebetulnya punya rasa gelisah. Di balik kepercayaan diri yang terlihat tinggi, sebetulnya dia punya rasa gelisah karena tahu apa yang dimiliki hanyalah hasil kerja keras orangtua. Agar punya kendali, dia melakukan apa saja untuk memastikan Saski menikahinya.

Bicara soal adegan penting di film, dia menyebut adegan perdebatan kecil Deni dan Saski yang berujung pada pertengkaran hebat.

"Saya merasa adegan itu menjadi titik balik untuk Saski dan Deni karena selama ini ia menganggap Saski akan menuruti apapun yang ia minta. Namun di momen itu, Saski memiliki keberanian untuk melawannya."

Aktor "Bebas" dan "Tersanjung" itu tidak menyangka bisa bekerjasama dengan Garin Nugroho dan sutradara Hadrah Daeng Ratu.

"Tentunya saya merasa sangat bersyukur bisa bekerja dengan dua sineas luar biasa ini karena artinya mereka mempercayai saya untuk memerankan karakter yang mereka ciptakan. Saya juga senang karena film ini bukan hanya sekadar kisah cinta biasa, melainkan sesuatu yang unik karena memiliki unsur magis dan budaya di dalamnya. Ini semua adalah hal baru bagi saya."


Baca juga: Tantangan FFI hadirkan sinema berkualitas di tengah pandemi

Baca juga: Siti Nurbaya dalam bingkai masa silam, kini dan nanti

Baca juga: Dua film Indonesia ditayangkan pada Pesta Raya Esplanade Singapura

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021