Tidak ditemukan adanya lineage (varian baru) di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Kasus COVID-19 secara nasional mengarah pada situasi perbaikan jika merujuk pada angka penurunan kasus, keterpakaian tempat tidur perawatan pasien, maupun tingkat kematian dalam kurun 14 hingga 20 Agustus 2021.

Dilansir dari laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI, kasus baru nasional dalam sepekan berjumlah 145.361 kasus, menurun sebesar 26,2 persen dibandingkan periode 7 hingga 13 Agustus 2021.

Pun dengan laporan kasus kematian yang juga mengalami penurunan 19,9 persen jika dibandingkan 7 hingga 13 Agustus 2021 seiring dengan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Angka kasus terkonfirmasi secara nasional hingga Sabtu (28/8), dilaporkan mencapai lebih dari 4 juta kasus, dengan rata-rata penularan 57,35 per 100 ribu penduduk per pekan. Total jumlah kematian mencapai 123.981 kasus.

"Dengan 'positivity rates' 21,21 persen per minggu, masih diperlukan kerja keras untuk menuju transmisi komunitas level 2," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes, Vivi Setiawaty yang dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.

Namun situasi itu belum dibarengi dengan kinerja tracing dan testing yang tinggi, sehingga masih menyimpan potensi adanya kasus aktif di masyarakat yang belum terdeteksi.

Menurut Vivi masih banyak kasus yang tidak terlacak dan terjadi kematian di rumah tinggal atau perjalanan menuju rumah sakit.

Data Worldometer melaporkan bahwa pertambahan angka kematian harian Indonesia pada Jumat (13/8) menempati urutan tertinggi dunia sebesar 1.348 kematian, mengalahkan Amerika Serikat sebanyak 1.101 kasus dan Brazil 925 persen. "Masyarakat jangan lengah," katanya.

Saat ini kapasitas respons di Indonesia masih tergolong sangat rendah. Kapasitas testing rata-rata 21,21 persen, kapasitas tracing 6,43 rasio kontak erat/kasus, kata Vivi.

Baca juga: Empat produsen vaksin COVID-19 ajukan registrasi EUA di Indonesia

Baca juga: Pakar: COVID-19 di Indonesia bisa bertahan lama


BOR

Persentase keterpakaian tempat tidur (BOR) isolasi COVID-19 di level nasional paling tinggi terjadi pada 10 Juli 2021 hingga mencapai 77,7 persen. Setelah itu menurun hingga 33,8 persen pada Kamis (19/8).

Sementara persentase BOR di ruang pelayanan darurat COVID-19 juga mengalami penurunan mencapai 48,7 persen dari situasi tertinggi pada Rabu (21/7) mencapai 76 persen.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan perbaikan level BOR terjadi karena penambahan jumlah tempat tidur pasien COVID-19 yang cukup signifikan mencapai 127.118 tempat tidur hingga Jumat (20/8).

"Patut diwaspadai ketika penambahan kasus berkurang, jumlah testing serta BOR pun turun namun kematian masih tinggi," katanya.

Nadia mengatakan penurunan angka kasus yang cukup tinggi dalam tiga pekan terakhir belum diperkuat dengan sistem pelacakan. Sehingga laporan situasi COVID-19 saat ini belum bisa menggambarkan keadaan nyata di masyarakat.

DKI Jakarta masih menjadi satu-satunya provinsi dengan laju pelacakan kasus berkapasitas sedang, sedangkan provinsi lainnya masih relatif kurang.
"Dengan demikian, penurunan kasus masih menyimpan potensi kasus yang tidak terlacak," katanya.

Hingga Senin (23/8), kata Nadia, 19,6 persen dari seluruh kasus aktif yang dilaporkan dari daerah tidak diperbarui statusnya selama lebih dari 21 hari. Provinsi yang paling banyak jumlah kasus aktif yang belum diperbarui adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, Sumatera Utara dan Jawa Timur.

Meskipun angka kasus dari berbagai daerah secara umum dilaporkan menurun, Nadia meminta seluruh pihak untuk mewaspadai angka kematian di Provinsi Bali yang masih meningkat sebesar 48 persen.

"Rencana untuk membuka kembali wisata di Bali perlu dipertimbangkan kembali, mengingat tren rawat inap dan tren meninggal mengalami kenaikan," katanya.

Baca juga: Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh melawan COVID-19

Baca juga: Skenario kedua menuju kekebalan kelompok


Sekuensing

Hingga pekan epidemiologi ke-33, telah dilakukan sekuensing virus SARS-CoV-2 sebanyak 388 kasus konfirmasi dari provinsi Aceh, Bangka Belitung, Banten, Jakarta, Jambi, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, dan Riau.

Sekuensing dilakukan di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (PBDTK Balitbangkes), Fakultas kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Fakultas Kedokteran, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (FKMK UGM), dan Laboratorium Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Laporan dari hasil sekuensing yang disampaikan kepada Kementerian Kesehatan berhasil mengindentifikasi Varian of Concern (VoC) Delta sebanyak 184 (47,4%) kasus, Alpha sebanyak 1 kasus (0,003%).

"Tidak ditemukan adanya lineage (varian baru) di Indonesia," kata Nadia.

Ia mengatakan kasus varian Delta yang kali pertama teridentifikasi di Provinsi Bangka Belitung pada Juli 2021, telah memicu lonjakan kasus COVID-19 di berbagai daerah pada beberapa bulan sebelumnya.

Varian Delta mulai mengalami kenaikan pada Maret 2021 dan mulai mendominasi sejak Juni 2021. Hal ini sesuai dengan kenaikan dan lonjakan kasus SARS-CoV-2 di Tanah Air.

Pada pertengahan Juni 2021, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan adanya Variant of Interest (VoI) baru yaitu Lambda yang kali pertama diidentifikasi di Peru pada 14 Juni 2021.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Varian Lambda menjadi pusat perhatian berdasarkan laporan peneliti di Chile pada Agustus 2021 sebab memiliki kemampuan untuk menghindar dari sistem kekebalan melebihi virus lainnya.

"Awalnya Delta masuk dalam VoI. Bukan tidak mungkin kalau Lambda juga bisa naik posisinya menjadi VoC," katanya.

Varian ini dominan bersirkulasi di daerah Amerika Selatan, khususnya Chile, Peru, Ecuador and Argentina. Sampai minggu ke- 33, telah ditemukan di 33 negara, termasuk Australia, Jepang dan Israel (Asia). Bahkan Budi menyebut bahwa Lambda saat ini telah sampai di negara tetangga Indonesia.

"Varian ini belum ditemukan di negara ASEAN termasuk Indonesia, tetapi ditemukan di negara tetangga," katanya.

Selain varian Lambda, terdapat varian lain yang menjadi pusat perhatian, yaitu varian B.1621, yang pertama kali dideteksi di Colombia pada Januari 2021.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mengonfirmasi bahwa B.1621 memiliki mutasi pada protein spike yang berpotensi menyebabkan dampak signifikan pada penularan, keparahan hingga kekebalan.

Kemenkes masih mendalami lebih jauh terkait laporan itu. Sebab B.1621 di Inggris telah ditetapkan sebagai "Varian Under Investigation" sejak 21 Juli 2021.

Laporan terkait varian tersebut di Inggris kasusnya masih bersifat sporadik, sekurangnya telah ditemukan 37 kasus B.1621 dengan riwayat perjalanan internasional.

Varian B.1621 juga ditemukan di Amerika Serikat, Portugal, Jepang, Swiss, India, serta dikaitkan dengan kematian tujuh lansia di panti jompo di Belgia.

Varian ini belum ditemukan di negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia termasuk ASEAN dan Indonesia. Hingga saat ini WHO belum menetapkan varian ini menjadi VOI maupun VOC.

Baca juga: Luhut: Beberapa daerah perlu perhatian lebih karena kematian tinggi

Baca juga: PPI: Pandemi COVID-19 berpotensi hambat pencapaian target RPJMN

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021